Open top menu
Minggu, 20 April 2014



 Masa yang dihadapi sekarang ini menjadi parameter dalam memprekdiksi dimasa depan berdasarkan data yang baru saja dilansir BPS menyatakan, angka pengangguran di Indonesia per Agustus 2013 melonjak 7,39 juta jiwa dari Agustus 2012 sebanyak 7,24 juta jiwa. Tahun ini tercatat ada 360 ribu orang sarjana lulusan universitas yang masih menganggur. Pada bulan Maret 2013, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,07 juta orang (11,37 persen), berkurang sebesar 0,52 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2012 yang sebesar 28,59 juta orang (11,66 persen). Selama periode September 2012 sampai dengan Maret 2013, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,18 juta orang (dari 10,51 juta orang pada September 2012 menjadi 10,33 juta orang pada Maret 2013), sementara di daerah perdesaan berkurang 0,35 juta orang (dari 18,09 juta orang pada September 2012 menjadi 17,74 juta orang pada Maret 2013).
Selama periode September 2012 sampai dengan Maret 2013, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan dan perdesaan tercatat mengalami penurunan. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2012 sebesar 8,60 persen, turun menjadi 8,39 persen pada Maret 2013. Sementara penduduk miskin di daerah perdesaan menurun dari 14,70 persen pada September 2012 menjadi 14,32 persen pada Maret 2013.
Berdasarkan data tersebut maka patut dicatat bahwa begitu besar pengaruh pemerintahan dalam kebijakan politik untuk mengatasi permasalahan krusial bangsa Indonesia salah satunya adalah permasalahan kemiskinan dipedesaaan dan diperkotaan, namun agak disesalkan angka pengangguran meningkat signifikan bahkan lulusan perguruan tinggi sejumlah 360.000 orang menganggur, artinya banyak sekali tenaga kerja produktif yang tidak mendapatkan pekerjaan, ada apa dengan pendidikan kita di Indonesia.

Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2013 tercatat sebesar 73,52 persen, kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi September 2012 yang sebesar 73,50 persen. Bahwa tercatat kemiskinan dapat diintervensi dengan memberikan bantuan makanan kepada warga miskin sehingga kebutuhan pangan bisa dipenuhi dalam jangka waktu tertentu. Namun bisa juga dipengaruhi oleh kedermawanan masyarakat terhadap penderitaan saudara-saudaranya yang sedang kesusahan. Kepedulian ini terhadap sesama ini sangat signifikan untuk membantu mengentaskan kemiskinan dinegara Indonesia ini, dengan semangat saling berbagi menjadi budaya mengasihi orang miskin.

Permasalahan bangsa selanjutnya adalah kasus korupsi, tercatat sebanyak 228 kasus korupsi sudah diungkap dan  diusut oleh KPK. 228 diantara sudah inkracht dan terhitung sejak 2004 hingga sekarang. Jumlah ini belum ditambah dengan kasus-kasus yang sedang atau sudah ditangani oleh kepolisian dan kejaksaan. Sedangkan kasus-kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah Menurut data Kemendagri, sampai akhir tahun Juni 2013, terdapat 21 Gubernur, 7 Wakil Gubernur, 156 Bupati, 46 Wakil Bupati, 41 Walikota, 20 Wakil Walikota yang tersangkut kasus hukum, sebagian besar perkara korupsi. Kerja pemberantan korupsi menjadi bagian yang terberat dalam permasalahan bangsa ini, hampir disemua sektor dapat dan mungkin saja terindikasi adanya praktek-praktek korupsi maupun gratifikasi, terutama dalam kaitannya dengan birokrasi administrasi, sesorang untuk mempercepat urusan kepentingannya dalam memperoleh surat dari pejabat setempat setidaknya harus ada sesuatu yang bersifat gratifikasi dalam bentuk apapun dan ini menjadi biasa dan terbiasa, maka setiap kerja melayani masyarakat harus ada pamrihnya sebagai wujud perhatiaannya dan wujud terimakasih atas segala bantuannya, hal-hal yang seperti ini yang bisa mengawali dari tindakan-tindakan korupsi, segala hal yang dipermudah dan tidak sesuai dengan prosedur (SOP) diakali agar mendapatkan iming-iming dari subjek yang membutuhkan kemudahan itu, berawal dari gratifikasi kecil-kecilan sampai dengan suap yang gila-gilaan.

1.     RAKYAT SEBAGAI KOMODITI POLITIK PARA PENGUASA

Rakyat Selalu Menjadi Komoditas Politik
Dalam sistem demokrasi selalu rakyat menjadi objek. Rakyat tidak pernah menjadi subjek. Sekalipun rakyat dikatakan sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Kedaulatan di tangan rakyat. Suara rakyat adalah suara tuhan.  Sejatinya wujud kedaulatan di tangan rakyat tidak pernah terjadi.
Rakyat selamanya hanyalah menjadi objek. Rakyat hanyalah menjadi komoditas. Realitas politik yang ada tidak pernah memposisikan rakyat sebagai penentu. Rakyat hanya dibutuhkan pada saat pemilihan, memberikan legitimasi bagi para pemburu rente kekuasaan. Mereka saling berebut, dan mengaku sebagai tokoh yang  berdiri di garda paling depan membela  rakyat.  Tapi tidak pernah ada, dan menjadi kenyataan.
Dalam ideologi yang paling ekstrim yang mengaku paling membela rakyat, seperti komunisme, yang membuat jargon politik : “tanpa kelas”, dan kemudian dikenal dengan terminologi politik komunis, “sama rata sama rasa”, tetap saja yang menikmati dalam sistem komunis itu, para kamerad (pemimpin)  partai, yang sangat sedikit (elitis), dan dengan gaya yang sangat “borjuis”.
Di Cina dan Rusia yang menganut sistem komunis, tak ada yang disebut dengan “tanpa kelas” alias “sama rata sama rasa”. Para  pemimpin partai menjadi kelas elite yang dengan gaya hidup yang "borju", dan jauh dari cita-cita komunis, yang proletar.
Meraka yang berada diatas sebagai pemimpin partai tetap menikmati hak-hak istimewa (privilege), yang tidak bisa dinikmati rakyat. Rakyat hanyalah menjadi  bahan isu yang selalu dimunculkan saat atau moment tertentu, yang tujuannya membangun atau mendapatkan kekuasaan. Berbicara tentang nasib rakyat, seperti kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan sejumlah isu lainnya yang populis,sebagai  cara para pengejar kekuasaan, atau yang memiliki libido kekuasaan yang kuat, dan rakyat selalu menjadi bahan komoditas.
Siapa yang benar-benar menjadi pembela rakyat di negeri ini? Adakah tokoh-tokoh yang selalu berbicara tentang rakyat dan mengidentikkan dirinya dengan “wong cilik” itu, benar-benar sebagai pembela rakyat? Tidak. Itu hanyalah berlangsung saat mereka belum berkuasa. Ketika mereka sudah berkuasa tidak lagi berbicara tentang rakyat. Tidak lagi nampak pembelaan terhadap rakyat. Rakyat mereka  lupakan.
Para tokoh yang sudah berkuasa dan pemimpin negara, mereka hanyalah menyediakan waktunya dan perhatiannya bagi mereka yang dapat melanggengkan kekuasaannya. Para pemilik modal, pengusaha, kelompok penekan, dan jaringan  lobby internasional, yang dekat dengan kekuasaan global. Karena hakekatnya para penguasa lokal, yang sudah memenangkan pemilu, tak lain, mereka itu hanyalah perpanjangan tangan dari kepentingan global.
Rakyat tugasnya selesai saat pemilihan selesai. Tidak ada lagi mereka perannya. Dalam sistem demokrasi keterwakilan, di manapaun mereka yang mendapatkan mandat sebagai wakil rakyat, dan dapat mengataskan namakan rakyat, tidak pernah mereka benar-benar mengabdi kepada rakyat. Mereka mengabdi kepada kekuasaan.
Dalam kontek  sekarang ini di Indonesia, bagaimana rakyat dihabisi oleh kekuatan”koalisi” partai-partai politik, yang tergabung dalam Setgab yang menjadi pilar kekuasaan. Mereka menjadi pendukung  kekuasaan tanpa reserve. Mereka mendukung  kebijakan pemerintah, betapapun kebijakan itu sangat menyakitkan bagi rakyat.
Mengapa sesudah Soeharto lengser, tak juga berubah nasib dan kehidupan rakyat? Justeru nasib rakyat semakin terpuruk. Karena para  pemimpin partai dan partai politik, termasuk mereka yang menjadi wakil rakyat (DPR) bukan menjadi wakil rakyat. Tetapi, mereka semuanya hanyalah mengabdi kepada para penguasa.
Para pemimpn partai politik memanipulasi rakyat, dan membiarkan rakyat dengan nasibnya sendiri. Dalam setiap peristiwa politik, yang manapun, tak nampak adanya keberpihakan mereka terhadap nasib rakyat.
Lalu, apa maknanya rakyat berbondong-bondong ke kotak suara,dan memilih wakil rakyat, dab  para pemimpin negeri ini? Kalau kemudian yang mereka pilih itu, hanyalah para pengkhianat. Mereka bersekongkol menghancurkan rakyat. Seperti sekarang ini. Rakyat dibiarkan menderita sendiri.
Sekalipun mereka dengan cara-cara masing-masing terus berusaha menipu rakyat dengan berbagai adegan, yang sangat menjijikkan. Mendatangi para buruh, kuli, pedagang kaki lima, rumah-rumah kumuh, naik kereta api, dan berlagak empati kepada rakyat, tapi semuanya hanyalah sandiwira yang sangat menipu. Tak ada yang sungguh-sungguh dan jujur.
Lihat saja kalau mereka berkuasa, mereka pasti mendahulukan “perut” mereka terlebih dahulu. Atau memuaskan mereka yang telah berjasa, terutama para pemilik modal.  Mereka yang lebih dahulu mendapatkan ganjaran dari para penguasa baru itu. Bukan rakyat. Rakyat hanyalah kebagian janji-janji di pemilu. Sesudah tidak ada lagi.
Para penguasa sesudah mereka dilantik menjadi penguasa, ucapan pertama yang lakukan mengucapkan, "Selamat tinggal rakyat". Sejatinya rakyat hanya menjadi komoditas politik, para pemimpin partai politik,  yang kemudian dijual kepada para penguasa yang zalim, yang tidak pernah berpihak kepada rakyat. Wallahu’alam.
(sumber :http://www.voa-islam.com/read/opini/2012)
Tagged
Pesan Damai
Tuliskan komentar dengan narasi cinta

Seseorang yang luar biasa itu sederhana dalam ucapannya, tetapi hebat dalam tindakannya dan Cintai dirimu sendiri terlebih dahulu, pada akhirnya kamu akan menghabiskan hidupmu dengan dirimu sendiri

0 komentar

silahkan berikan masukan atau kritik yang positif