1. Pemimpin Kharismatis
Wewenang kharismatis merupakan wewenang yang
didasarkan pada kharisma, yaitu suatu kemampuan khusus yang ada pada diri
seseorang. Kemampuan khusus ini melekat pada seseorang dan bersifat given,
dalam arti pemberian dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Orang-orang disekitarnya
mengakui akan adanya kemampuan tersebut atas dasar kepercayaan dan mitos
(taklid), karena pada dasarnya mereka menganggap bahwa sumber dari kemampuan
tersebut adalah sesuatu yang berada di atas kemampuan dan kekuasaan manusia
pada umumnya. Sumber kepercayaan dan pemujaan karena kemampuan khusus itu
setidaknya pernah terbukti manfaat serta kegunaannya bagi masyaraat, walau
terkadang masih sebatas sugesti sekalipun. Wewenang kepemimpinan kharismatis
tersebut akan tetap bertahan selama dapat dibuktikan keampuhannya bagi seluruh
masyarakat. Pemimpian kharismatis berwujud pada suatu wewenang untuk diri orang
itu sendiri, dan dapat dilaksanakan terhadap segolongan orang atau bahkan
terhadap bagian terbesar dari masyarakat. Jadi, dasar wewenang kharismatis
bukanlah terletak pada suatu peraturan (hokum), akan tetapi bersumber pada diri
pribadi individu sang pemimpin.
Contoh dari bentuk kepemimpinan kharismatis ini dapat
dilihat pada kisah sejarah Nabi dan Rasul dahulu, penguasa-penguasa terkemuka
dalam sejarah lainnya dan seterusnya. Bentuk wewenang kharismatis ini memang
berasal dan lahir begitu saja; pemberian dari Tuhan atau memang dilahirkan alam
2. Pemimpin Tradisional
Wewenang tradisional dapat dimiliki oleh seseorang
maupun sekelompok orang. Dengan kata lain, wewenang tersebut dimiliki oleh
orang-orang yang menjadi anggota kelompok. Kelompok mana sudah lama sekali
mempunyai kekuasaan di dalam suatu masyarakat. Wewenang tadi dimiliki oleh
seseorang atau sekelompok orang bukan karena mereka memiliki
kemampuan-kemampuan khusus seperti pada Wewenang Kharismatis. Melainkan
kekuasaan dan wewenang tersebut telah melembaga dan bahkan menjiwai masyarakat.
Demikian lamanya golongan tersebut memegang tampuk kekuasaan, masyarakat
percaya dan mengakui kepemimpinannya. Ciri-ciri utama kepemimpinan tradisional
adalah
1. Adanya ketentuan-ketentuan
tradisional yang mengikat sang pemimpin yang memiliki wewenang, serta
orang-orang lainnya di dalam masyarakat.
2. Adanya wewenang yang lebih tinggi
ketimbang kedudukan seseorang yang hadir secara pribadi
3. Selama tidak ada pertentangan dengan
ketentuan-ketentuan tradisional, orang-orang dapat bertindak secara bebas.
Sebagai contoh dari kepemimpinan ini adalah kekuasaan yang dimiliki oleh para
pemimpin adat. Jenis kekuasaan ini lahir dan kemudian melembaga dan dipercayai
secara turun temurun.
3. Pemimpin Legal – Rasional
Wewenang rasional atau legal adalah wewenang yang
disandarkan pada system hukum yang
berlaku di masyarakat. Sistem hukum disini dipahamkan sebagai kaidah-kaidah
yang telah diakui serta ditaati masyarakat, dan bahkan yang telah diperkuat
oleh Negara. Pada wewenang yang didasarkan pada sistem hukum harus dilihat juga
apakah sistem hukumnya bersandar pada tradisi, agama atau lainnya. Kemudian
harus ditelaah juga hubungannya dengan sistem kekuasaan serta diuji pula apakah
sistem hukum tadi cocok atau tidak dengan sistem kebudayaan masyarakat, supaya
kehidupan dapat berjalan dengan tenang dan tentram.
Bentuk pemimpin yang cocok menggambarkan hal ini
adalah wewenang yang dimiliki oleh Kepala Desa. Pada dasarnya pemimpin pada
wilayah desa ini ditetapkan atas dasar consensus warganya, yang kemudian
dilegalkan oleh aturan Negara (Kepala Desa).
Selain itu
wewenang atau Fungsi kepemimpinan ditinjau dari sisi kemasyarakatan adalah
sebagai berikut :
1. Fungsi Perencanaan
Seorang pemimpin perlu membuat
perencanaan yang menyeluruh bagi organisasi dan bagi diri sendiri selaku
penanggung jawab tercapainya tujuan dari kepemimpinan.
2. Fungsi memandang ke depan
Seorang pemimpin yang senantiasa
memandang ke depan berarti akan mampu mendorong apa yang akan terjadi serta
selalu waspada terhadap kemungkinan. Hal ini memberikan jaminan bahwa jalannya
proses pekerjaan ke arah yang dituju akan dapat berlangusng terus menerus tanpa
mengalami hambatan dan penyimpangan yang merugikan. Oleh sebab seorang pemimpin
harus peka terhadap perkembangan situasi baik di dalam maupun diluar organisasi
sehingga mampu mendeteksi hambatan-hambatan yang muncul, baik yang kecil maupun
yang besar.
3. Fungsi pengembangan loyalitas
Pengembangan kesetiaan ini tidak
saja diantara pengikut, tetapi juga unutk para pemimpin tingkat rendah dan
menengah dalam organisai. Untuk mencapai kesetiaan ini, seseorang pemimpin
sendiri harus memberi teladan baik dalam pemikiran, kata-kata, maupun tingkah
laku sehari – hari yang menunjukkan kepada anak buahnya pemimpin sendiri tidak
pernah mengingkari dan menyeleweng dari loyalitas segala sesuatu tidak akan
dapat berjalan sebagaimana mestinya.
4. Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan merupakan fungsi
pemimpin untuk senantiasa meneliti kemampuan pelaksanaan rencana. Dengan adanya
pengawasan maka hambatan – hambatan dapat segera diketemukan, untuk dipecahkan
sehingga semua kegiatan kembali berlangsung menurut rel yang elah ditetapkan
dalam rencana .
5. Fungsi mengambil keputusan
Pengambilan keputusan merupakan
fungsi kepemimpinan yang tidak mudah dilakukan. Oleh sebab itu banyak pemimpin
yang menunda untuk melakukan pengambilan keputusan. Bahkan ada pemimpin yang
kurang berani mengambil keputusan. Metode pengambilan keputusan dapat dilakukan
secara individu, kelompok tim atau panitia, dewan, komisi, referendum,
mengajukan usul tertulis dan lain sebagainya.
Dalam setiap pengambilan keputusan
selalu diperlukan kombinasi yang sebaik-baiknya dari :
a.
Perasaan,
firasat atau intuisi
b. Pengumpulan, pengolahan, penilaian
dan interpretasi fakta-fakta secara rasional – sistematis.
c.
Pengalaman
baik yang langsung maupun tidak langsung.
d. Wewenang formal yang dimiliki oleh
pengambil keputusan. Dalam pengambilan
keputusan seorang pemimpin dapat
menggunakan metode – metode sebagai berikut :
i.
Keputusan –
keputusan yang sifatnya sederhana individual artinya secara sendirian.
ii.
Keputusan –
keputusan yang sifatnya seragam dan diberikan secara terus menerus dapat
diserahkan kepada orang – orang yang terlatih khusus untuk itu atau dilakukan
dengan menggunakan komputer.
iii.
Keputusan –
keputusan yang bersifat rumit dan kompleks dalam arti menjadi tanggung jawab masyarkat
lebih baik diambil secara kelompok atau majelis. Keputusan – keputusan yang
bersifat rumit dan kompleks sebab masalahnya menyangkut perhitungan –
perhitungan secara teknis agae diambil dengan bantuan seorang ahli dalam bidang
yang akan diambil keputusannya.
6. Fungsi memberi motivasi
Seorang pemipin perlu selalu
bersikap penuh perhatian terhadap anak buahnya. Pemimpin harus dapat memberi
semangat, membesarkan hati, mempengaruhi anak buahnya agar rajinbekerja dan
menunjukkan prestasi yang baik terhadap organisasi yang dipimpinnya. Pemberian
anugerah yang berupa ganjaran, hadiah, piujian atau ucapan terima kasih sangat
diperlukan oleh anak buah sebab mereka merasa bahwa hasil jerih payahnya
diperhatikan dan dihargai oleh pemimpinnya.
Di lain pihak, seorang pemimpin
harus berani dan mampu mengambil tindakan terhadap anak buahnya yang
menyeleweng, yang malas dan yang telah berbuat salah sehingga merugikan
organisasi, dengan jalan memberi celaan, teguran, dan hukuman yang setimpal
dengan kesalahannya.
Gaya
kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan
tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam
memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk
tertentu. Pengertian gaya
kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom
(1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan
seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan.
Gaya
kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat diterangkan melalui
tiga aliran teori berikut ini.
a. Teori
Genetis (Keturunan). Inti dari teori menyatakan bahwa “Leader are born
and nor made” (pemimpin itu dilahirkan (bakat) bukannya dibuat). Para
penganut aliran teori ini mengetengahkan pendapatnya bahwa seorang pemimpin
akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinan.
Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah
ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul sebagai pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara
filosofis pandangan ini tergolong pada pandangan fasilitas atau determinitis.
b. Teori Sosial. Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa “Leader are made and not born” (pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya kodrati). Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup.
c.
Teori Ekologis. Kedua teori yang ekstrim di atas
tidak seluruhnya mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori
tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini
pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang
baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian
dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan
untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari
kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling
mendekati kebenaran. Namun demikian, penelitian yang jauh lebih mendalam masih
diperlukan untuk dapat mengatakan secara pasti apa saja faktor yang menyebabkan
timbulnya sosok pemimpin yang baik.
Selain
pendapat-pendapat yang menyatakan tentang timbulnya gaya kepemimpinan tersebut, Hersey dan
Blanchard (1992) berpendapat bahwa gaya
kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu
pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan
tersebut diwujudkan. Bertolak dari pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard
(1992) mengajukan proposisi bahwa gaya
kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi dari pimpinan (p), bawahan (b) dan
situasi tertentu (s)., yang dapat dinotasikan sebagai : k = f (p, b, s).
Menurut Hersey dan Blanchard, pimpinan (p) adalah
seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan
unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi.
Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam
bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti
keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang
atau sekelompok orang yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau
pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah
disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan
mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang
pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang
pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.
Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard
adalah suatu keadaan yang kondusif, di mana seorang pimpinan berusaha pada
saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti
kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya,
tindakan pimpinan pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang
dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan
demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya
kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang
saling terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan
kepemimpinan.
Tipologi Kepemimpinan
Dalam praktiknya, dari ketiga gaya kepemimpinan tersebut berkembang
beberapa tipe kepemimpinan; di antaranya adalah sebagian berikut
(Siagian,1997).
a. Tipe
Otokratis. Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin
yang memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut: Menganggap organisasi sebagai
pemilik pribadi; Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi;
Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata; Tidak mau menerima kritik, saran
dan pendapat; Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya; Dalam tindakan
pengge-rakkannya sering memperguna-kan pendekatan yang mengandung unsur paksaan
dan bersifat menghukum.
b. Tipe
Militeristis. Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari
seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi
militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang
memiliki sifat-sifat berikut : Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang
lebih sering dipergunakan; Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada
pangkat dan jabatannya; Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan; Menuntut
disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan; Sukar menerima kritikan dari
bawahannya; Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
c. Tipe
Paternalistis. Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang
paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut : menganggap
bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa; bersikap terlalu melindungi (overly
protective); jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
mengambil keputusan; jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
mengambil inisiatif; jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
mengembangkan daya kreasi dan fantasinya; dan sering bersikap maha tahu.
d.
Tipe Karismatik.
Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab-sebab
mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin
yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya
mempunyai pengikut yang jumlahnya yang sangat besar, meskipun para pengikut itu
sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin
itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi
pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin
yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supra natural powers).
Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria
untuk karisma. Gandhi bukanlah seorang yang kaya, Iskandar Zulkarnain bukanlah
seorang yang fisik sehat, John F Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiliki
karisma meskipun umurnya masih muda pada waktu terpilih menjadi Presiden
Amerika Serikat. Mengenai profil,
Gandhi tidak dapat digolongkan sebagai orang yang ‘ganteng”.
e.
Tipe Demokratis.
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang
demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena
tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut : dalam proses
penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu
adalah makhluk yang termulia di dunia; selalu berusaha mensinkronisasikan
kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari
pada bawahannya; senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari
bawahannya; selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam
usaha mencapai tujuan; ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada
bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu
tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat
kesalahan yang lain; selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses
daripadanya; dan berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai
pemimpin.
Secara
implisit tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin tipe demokratis bukanlah hal
yang mudah. Namun, karena pemimpin yang demikian adalah yang paling ideal,
alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha menjadi seorang pemimpin yang
demokratis.
0 komentar