Pelaksanaan pendidikan dalam bentuk
sasaran siapapun harus dilandasi oleh ilmu pendidikan. Pendidikan tanpa
dilandasi oleh ilmu pendidikan akan menghasilkan praktik yang tidak mempunyai
arah yang jelas.
Bernadib (1987) mengemukan bahwa filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam lapangan pendidikan. Bersifat filosofis, dengan sendirinya filsafat pendidikan pada hakikatnya adalah penerapan suatu analisis filosofis terhadap lapangan pendidikan. Yahya Qohar (1983) mengatakan filsafat pendidikan adalah filsafat yang bergerak dalam lapangan pendidikan. Menurut Ozmon & Craver (1995) filsafat pendidikan dipandang sebagai aplikasi ide-ide filsafat terhadap masalah-masalah pendidikan. Al-Syaibany (1979) mengemukakan bahwa filsafat pendidikan adalah pelaksanaan pandangan filsafat dan kaidah-kaidah filsafat dalam bidang pendidikan.
Berikut ini akan dibahas beberapa tokoh pendidikan dan pemikiran filosofis;
1) Filosofi Islam
Pemikir utama pendidikan adalah
Nabi Muhammad S.A.W. Beliau merupakan tokoh pendidikan yang menganjurkan
pendidikan harus dimulai sejak kecil. Beliaulah yang menganjurkan pendidikan
sebagai proses “life long of educaton”. Sabba Rasulullah saw menebutkan:
“Utlubul „ilma minal mahdi illal lahdi”, (tuntutlah
ilmu dari ayunan sampai ke liang lahat). Sabda ini memberikan petunjuk yang
tegas tentang pendidikan semenjak usia belia hal ini memberikan makna bahwa
pendidikan itu penting dan tidak ada kata berhenti untuk belajar untuk
memperoleh ilmu.
2) Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantoro berpendapat
bahwa anak-anak adalah mahluk hidup yang
memiliki kodratnya masing-masing. Kaum pendidik hanya membantu menuntun
kodratnya tersebut. Jika anak memilki kodrat yang tidak baik, maka tugas
pendidik untuk membantunya menjadi baik. Jika anak sudah memiliki kodrat yang
baik, maka ia akan lebih baik lagi jika dibantu melalui pendidikan. Kodrat dan
lingkungan merupakan konvergensi yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama
lain. Untuk rentang usia dalam pendidikan dibagi menjadi 3 masa, yaitu (1) masa
kanak-kanak/kindergarten periode usia
1 – 7 tahun, (2) masa pertumbuhan jiwa dan pikiran usia 7 – 14 tahun, (3) masa
sosial periode atau terbentuknya budi pekerti usia 14 – 21 tahun. Sesuai dengan
rentang usia tersebut, maka cara mendidik untuk masa kanak-kanak adalah dengan
memberi contoh dan pembiasaan, untuk masa pertumbuhan jiwa dan pikiran dengan
cara pengajaran dan perintah/paksaan/hukuman, dan untuk masa sosial periode dengan cara laku dan
pengalaman lahir – bathin.
Semboyan ”tut wuri handayani”
artinya memberi kebebasan yang luas selama tidak membahayakan anak. Sistem yang
dipakai adalah sistem ”among‟ dengan maksud memberi kemerdekaan, kesukarelaan,
demokrasi, toleransi, ketertiban, kedamaian, kesesuaian dengan keadaan dan
hindari perintah dan paksaan. Sistem ini mendidik anak menjadi manusia yang
merdeka batinnya, merdeka pikirannya dan merdeka tenaganya serta dapat mencari pengetahuan
sendiri. Filosofi ki Hajar Dewantoro yang dianut adalah asah, asih, dan asuh.
3) Martin Luther King (1483 – 1546)
Martin Luther menekankan pada
anak agar menggunakan sekolah sebagai sarana untuk mengajar anak membaca. Ia
juga percaya bahwa keluarga sebagai institusi yang paling penting merupakan
peletak dasar pendidikan bagi anak. Tanpa pendidikan maka anak tidak akan
mendapatkan bekal bagi hidupnya di masa yang akan datang. Karena itu pendidikan
dan sekolah bukan hanya sekedar tempat anak bersosialisasi saja, tetapi juga
memiliki makna sebagai sarana religius dan penegak moral.
4) J H. Pestalozi (1747 – 1827)
Sangat menekankan pada pendidikan
yang memperhatikan kematangan anak. Pendidikan harus didasarkan pada pengaruh
“objek pembelajaran”, misalnya guru membawa benda sesungguhnya ketika mengajar.
Sangat menekankan pada
pengembangan aspek sosial sehingga anak dapat beradaptasi dengan lingkungan
sosialnya dan mampu menjadi anggota masyarakat yang berguna. Pendidikan sosial
akan berkembang jika pendidikan dimulai dengan pendidikan keluarga yang baik.
Peran utama pendidikan sangat ditekan pada ibu yang dapat memberikan
sendi-sendi dalam pendidikan jasmani, budi pekerti dan agama.
Pandangan dasar Pestalozzi yang pertama menekankan pada pengamatan alam. Semua pengetahuan
pada dasarnya bersumber dari pengamatan yang akan menimbulkan pengertian. Namun
jika pengertian tersebut tanpa didasari pengamatan, maka akan menjadi sesuatu
pengertian yang kosong (abstrak).
Pandangan kedua adalah menumbuhkan keaktifan
jiwa raga anak. Melalui keaktifan anak akan mampu mengolah kesan (hasil)
pengamatan menjadi suatu pengetahuan. Keaktifan akan mendorong anak melakukan
interaksi dengan lingkungannya.
Pandangan ketiga adalah pembelajaran
pada anak harus berjalan secara teratur setingkat demi setingkat atau bertahap. Prinsip ini sangat cocok
dengan kodrat anak yang tumbuh dan berkembang secara bertahap. Pandangan dasar
tersebut membawa konsekuensi bahwa bahan pengembangan yang diberikan pada anak
pun harus disusun secara bertingkat, dimulai dari urutan bahan yang termudah
sampai tersulit, dari bahan pengembangan yang sederhana sampai yang
terkompleks.
5) Frederich Wilhelm Frobel (1782 – 1852)
Frobel merupakan salah seorang
tokoh pendidikan anak yang banyak memberikan pengaruh dalam pemikiran baru
(modern) dalam pengembangan anak usia dini, khususnya Taman Kanak-kanak.
Walaupun ia banyak mempelajari visi kependidikan Pestalozzi, namun Frobel
banyak memberikan „critical thinking‟ pada sekolah Pestalozzi terutama dari
segi kurangnya keterpaduan model pelaksanaan pembelajaran. Frobel lahir tahun
1782 di Oberweiszbach (Jerman). Pola pendidikan yang demokratis yang
dikembangkannya banyak menimbulkan konfrontasi dengan pihak pemerintah sehingga
ia dianggap sebagai pemberontak.
Pada tahun 1840, untuk
merealisasikan cita-citanya Frobel meresmikan sebuah lembaga pendidikan yang
diberi nama „Kindergarten‟. Walaupun banyak tantangan (sampai-sampai ditutup
lembaga pendidikan tersebut) tidak membuat Frobel patah semangat sehingga ia
berniat untuk mengembangkan cita-citanya tersebut di Amerika. Namun sebelum
cita-cita tersebut ia meninggal tahun 1852.
Pandangan dasar dari Frobel pengembangan otoaktivitas merupakan prinsip utama. Anak didik harus
didorong untuk aktif sehingga dapat melakukan berbagai kegiatan (pekerjaan)
yang produktif.
Prinsip
kedua adalah kebebasan atau suasana merdeka.
Otoaktivitas anak akan tumbuh dan berkembang jika pada anak diberikan
kesempatan dalam suasana bebas sehingga anak mampu berkembang sesuai potensinya
masing-masing. Melalui suasana bebas atau merdeka, anak akan memperoleh
kesempatan mengembangkan daya fantasi atau daya khayalnya, terutama daya cipta
untuk membentuk sesuatu dengan kekuatan fantasi anak.
Prinsip
ketiga yang
dikemukakan Frobel adalah pengamatan
dan peragaan. Kegiatan ini dimaksudkan terutama dalam mengembangkan
seluruh indra anak. Prinsip ini selaras dengan apa yang telah dikemukakan
Pestalozzi terdahulu. Agar pembelajaran tidak verbalistik maka anak harus
diberi kesempatan untuk melakukan pengamatan terhadap berbagai kondisi
lingkungan alam di sekitar. Pada lingkungan alam yang jauh atau sulit untuk
diamati maka dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip peragaan. Pendidik
dapat meragakan hal-hal yang tidak mungkin diamati anak secara langsung, baik
berupa lingkungan fisik, sosial maupun keagamaan.
6) Maria Montessori (1870-1952)
Maria Montessori, seorang dokter
wanita Italia pertama. Montessori lahir di Chiaravalle, sebuah propinsi kecil
di Ancona, Italia, pada tahun 1870. Reputasinya di bidang pendidikan anak
dimulai setelah Montessori lulus dari sekolah kedokteran. Dia bekerja di sebuah
klinik psikiatri Universitas Roma. Pekerjaannya tersebut menyebabkan dia
berinteraksi langsung dengan masalah cacat mental.
Pemikiran Montessori yang
berkaitan dengan anak cacat mental akhirnya ditindaklanjuti dengan pendirian
Casai dei Bambini atau Children‟s House di daerah-daerah kumuh di Roma tahun
1907. Lingkungan diatur sedemikian rupa sehingga dapat digunakan oleh anak-anak
cacat mental di bawah lima tahun.
Ada prinsip-prinsip yang diyakini
oleh Maria Montessori yaitu :
a.
Menghargai anak
Setiap anak itu unik
sehingga pendidik dalam memberikan pelayanan harus secara individual. Anak
memiliki kemampuan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu
pendidik harus menghargai anak sebagai individu yang memiliki kemampuan yang
luar biasa.
b.
Absorbent Mind ( pemikiran yang cepat menyerap)
Informasi yang masuk
melalui indera anak dengan cepat terserap ke dalam otak. Daya serap otak anak
dapat diibaratkan seperti sebuah sponse yang cepat menyerap air. Untuk itu
pendidik hendaknya jangan salah dalam memberikan konsep-konsep pada anak.
c. “Sensitive periods” (masa
peka).
Masa peka dapat
digambarkan sebagai sebuah pembawaan atau potensi yang akan berkembang sangat
pesat pada waktu-waktu tertentu. Potensi ini akan mati dan tidak akan muncul
lagi apabila tidak diberikan kesempatan untuk berkembang, tepat pada waktunya.
d.
Lingkungan yang disiapkan
1) Pendidik hendaknya
menyiapkan suatu lingkungan yang dapat memunculkan keinginan anak untuk
mempelajari banyak hal. Lingkungan yang disiapkan harus dirancang untuk
menfasilitasi kebutuhan dan minat anak, sehingga pendidik harus meyediakan
sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan dan minat anak.
2) Lingkungan ditata
dengan berbagai setting sehingga anak tidak bergantung dengan orang dewasa.
Lingkungan yang disiapkan ini membuat anak bebas untuk bergerak, bermain dan
bekerja.
e.
Pendidikan diri sendiri
Dengan lingkungan
yang disiapkan oleh pendidik, memungkinkan anak dapat bereksplorasi,
berekspresi, mencipta tanpa dibantu olah orang dewasa. Hasil yang diperoleh
anak karena karyanya sendiri jauh luar biasa dan menakjubkan dibanding jika
mereka dibantu. Karya yang dihasilkan beragam dan unik sedangkan yang dibantu
hasil karya anak seragam dan sama. Jadi sebenarnya anak dapat belajar sendiri
jika kita memberi fasilitas sesuai dengan potensi dan minatnya.
7) John Locke (1632-1704)
John Locke adalah pencetus teori
“Tabula Rasa” yang menganggap bahwa anak sebagai kertas putih atau tablet yang
kosong. Anak hidup di dalam lingkungannya yang sangat berpengaruh dalam proses
pembentukan seorang anak. Melalui pengalaman-pengalaman yang dilalui anak
bersama lingkungannya, akan menentukan karakter anak. Dia sangat mempercayai
bahwa untuk mendapatkan pembelajaran dari lingkungannya, maka satu-satunya cara
bagi anak adalah mendapatkan pelatihan-pelatihan sensoris.
8) Howard Gardner (1943)
Teori
Howard Gardner muncul dalam jaman kita hidup sekarang ini. Ia mengatakan bahwa
pada hakekatnya setiap anak adalah anak yang cerdas. Kecerdasan bukan hanya
dipandang dari factor IQ saja, tetapi juga ada kecerdasan-kecerdasan lain yang
akan mengantarkan anak pada kesuksesan.
Macam-macam kecerdasan
menurut Gardner adalah :
a. Kecerdasan bahasa : kecerdasan anak dalam mengelola kata-kata.
b. Kecerdasan logika : kecerdasan dalam bidang angka dan alasan
logis.
c. Kecerdasan musik : kecerdasan dalam bidang musik.
d. Kecerdasan gerak (kinestetik) : kecerdasan dalam mengolah anggota
tubuh.
e. Kecerdasan gambar (spasial): kecerdasan anak dalam permainan
garis, warna, dan ruang.
f. Kecerdasan diri (intrapersonal): kecerdasan dalam bidang
pengenalan terhadap diri sendiri.
g. Kecerdasan bergaul (interpersonal): kecerdasan dalam membina
hubungan dengan orang lain.
h. Kecerdasan alami (naturalist): kecerdasan yang berhubungan dengan
alam.
i. Kecerdasan rohani (spiritual): kecerdasan mengolah rohani.
Jadi, Gardner memandang bahwa setiap anak memiliki peluang untuk
belajar dengan gaya masing-msing anak.
0 komentar