Open top menu
Jumat, 25 April 2014
no image



M. Yusuf Seknun
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar
Kampus II: Jalan Sultan Alauddin Nomor 36 Samata-Gowa
Email: muh.yusufseknun@yahoo.co.id


Abstrak:

Guru menjadi faktor yang menentukan mutu pendidikan karena guru berhadapan langsung dengan para peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas. Guru dalam menjalankan tugas profesionalnya mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tidak ringan. Untuk itu, guru harus memiliki dan menguasai kompetensinya dan sekaligus mengetahui hak dan kewajibannya sehingga ia menjadi sosok guru yang betul-betul profesional. Guru berkewajiban membantu perkembangan anak menuju kedewasaan yang sesuai dengan ajaran Islam. Guru sebagai jabatan profesional yang dituntut memiliki keahlian khusus, untuk itu, guru harus diberikan hak-hak tertentu sehingga mereka dapat memenuhi tugas dan tanggung jawabnya. Guru profesional dituntut memiliki kompetensi-kompetensi khusus yang meliputi; paedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.

“GURU adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi, dan profesi bagi seseorang yang mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan melalui interaksi edukatif
secara terpola, formal, dan sistematis.”

Dalam UU RI. Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen pada bab I pasal 1 dinyatakan bahwa: Guru adalah  pendidik profesional  dengan  tugas utama mendidik,  mengajar,  membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Guru yang profesional tercermin dalam penampilan pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian, baik dalam materi maupun metode. Di samping keahliannya, sosok guru profesional ditunjukkan melalui tanggung jawab dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru professional hendaknya mampu  memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan agama. Sebagai pengajar atau pendidik, guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya  pendidikan,  Itulah sebabnya setiap adanya inovasi pendidikan,
khususnya dalam kurikulum dan peningkatan sumber daya manusia yang dihasilkan dan upaya pendidikan, selalu bermuara pada faktor guru. Hal ini menunjukkan bahwa betapa eksisnya peran guru dalam dunia pendidikan. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang begitu pesat, guru tidak lagi sekedar bertindak sebagai penyaji informasi. Guru juga harus mampu bertindak sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri informasi. Dengan demikian, guru juga harus senantiasa meningkatkan keahliannya dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga mampu menghadapi berbagai tantangan. Guru menjadi faktor yang menentukan mutu pendidikan karena guru berhadapan langsung dengan para peserta didik  dalam proses  pembelajaran  di kelas. Di
tangan guru, mutu dan kepribadian peserta didik dibentuk. Karena itu, perlu sosok guru kompeten, bertanggung jawab, terampil, dan berdedikasi tinggi. Guru adalah kurikulum berjalan. Sebaik apa kurikulum dan sistem pendidikan yang ada tanpa didukung oleh kemampuan guru, semuanya akan sia-sia. Guru berkompeten dan bertanggung jawab, utamanya dalam mengawal perkembangan peserta didik sampai ke suatu titik maksimal. Tujuan akhir seluruh proses pendampingan guru adalah tumbuhnya pribadi dewasa yang utuh. Perkembangan dunia pendidikan yang sejalan dengan kemajuan teknologi dan globalisasi yang begitu cepat perlu diimbangi oleh kemampuan pelaku utama pendidikan, dalam hal ini guru. Bagi sebagian guru, menghadapi perubahan yang cepat dalam   pembaruan pada umumnya membawa banyak kecemasan dan ketidaknyamanan.
Implikasi perubahan dalam dunia pendidikan, bukan perkara mudah, karena mengandung konsekuensi teknis dan praktis, serta psikologis bagi guru. Misalnya, perubahan kurikulum atau perubahan kebijakan pendidikan. Perubahan itu tidak sekedar perubahan struktur dan isi kurikulum, atau sekedar perubahan isi pembelajaran, tetapi perubahan yang menuntut perubahan sikap dan perilaku dari para guru. Misalnya, perubahan karakter, mental, metode, dan strategi dalam pembelajaran. Guru dalam menjalankan tugas profesionalnya mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tidak ringan. Untuk itu, guru harus memiliki dan menguasai kompetensinya dan sekaligus mengetahui hak dan kewajibannya sehingga menjadi sosok guru yang betul-betul profesional. Dari uraian di atas, selanjutnya dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut uraian tentang pengertian, tugas dan tanggung jawab, hak dan kewajiban, serta kompetensi guru secara berturut-turut.


PEMBAHASAN

Pengertian Guru

Guru dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.3 Pengertian ini memberi kesan bahwa guru adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mengajar. Istilah guru sinonim dengan kata pengajar dan sering dibedakan dengan istilah pendidik. Perbedaan ini dalam pandangan Muh. Said dalam Abidin Ibnu Rusn dipengaruhi oleh kebiasaan berpikir orang barat, khususnya orang Belanda yang membedakan kata onderwys (pengajaran) dengan kata opveoding (pendidikan). Pandangan ini diikuti oleh tokoh-tokoh pendidikan di dunia timur, termasuk tokoh-tokoh pendidikan di kalangan muslim. Abuddin Nata dalam Filsafat Pendidikan Islam mengemukakan istilah-istilah yang berkaitan dengan penamaan atas aktifitas mendidik dan mengajar. Ia lalu menyimpulkan bahwa keseluruhan istilah-istilah tersebut terhimpun dalam kata pendidik. Hal ini disebabkan karena keseluruh istilah itu mengacu kepada seseorang yang memberikan pengetahuan, keterampilan atau pengalaman kepada orang lain. Selanjutnya, guru menurut Zahara Idris dan Lisma Jamal dalam Muhamad Idris adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan bimbingan kepada peserta didik dalam hal perkembangan jasmani dan rohaniya untuk mencapai tingkat kedewasaan, memenuhi tugas sebagai makhluk Tuhan, makhluk individu yang mandiri, dan makhluk sosial. Al-Gazali tidak membedakan kata pengajaran dan  pendidikan sehingga guru dan pendidik juga tidak dibedakan.7 Hal ini senada dengan pandangan Muhibbuddin Ahmad Abi Salih yang memandang bahwa sesungguhnya istilah tarbiyyah dan ta’līm dalam pendidikan Islam sama saja.8 Ia berpendapat demikian karena melihat kenyataan bahwa di dalam al-Qur’an kedua kata itu digunakan untuk mengungkapkan kegiatan pengajaran dan pendidikan yang meliputi semua segi perkembangan manusia. Dengan demikian, guru dan pendidik sama saja. Seorang yang berkecimpung dalam pendidikan harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Tuntutan terhadap kepribadian sebagai pendidik kadang-kadang dirasakan lebih berat dibandingkan profesi lainnya. Guru merupakan seorang yang harus bisa digugu dan ditiru.  Digugu artinya segala sesuatu yang disampaikan senantiasa dipercaya dan diyakini sebagai kebenaran oleh semua muridnya. Segala ilmu pengetahuan yang datangnya dari sang guru dijadikan sebagai suatu kebenaran yang tidak perlu dibuktikan atau diteliti lagi. Ditiru artinya menjadi suri teladan dan panutan bagi muridnya, mulai dan cara berpikir, cara berbicara hingga cara berperilaku sehari-hari. Dengan demikian, guru memiliki peran yang sangat besar dalam pelaksanaan pembelajaran atau pendidikan.

Tugas dan Tanggung Jawab Guru

Manusia dapat disebut sebagai manusia yang bertanggung jawab apabila mampu membuat pilihan dan membuat keputusan atas dasar nilai-nilai dan norma-norma tertentu, baik yang bersumber dari dalam dirinya maupun yang bersumber dari lingkungan sosial.  Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa manusia bertanggung jawab apabila mampu bertindak atas dasar keputusan moral. Setiap guru profesional harus memenuhi persyaratan sebagai manusia yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan, tetapi di pihak lain dia juga mengembang sejumlah tanggung jawab dalam bidang pendidikan. Guru sebagai pendidik
bertanggung jawab mewariskan nilai-nilai dan norma-norma kepada generasi muda sehingga terjadi proses konservasi nilai, bahkan melalui proses pendidikan diusahakan terciptanya nilai-nilai baru. Kehadiran guru dalam proses pembelajaran sebagai sarana mewariskan nilai nilai dan norma-norma masih tetap memegang peranan yang sangat penting. Peranan guru dalam pembelajaran tidak bisa digantikan oleh mesin-mesin komputer yang modern. Masih terlalu banyak unsur manusiawi, sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan lain-lain. Seorang guru akan sukses melaksanakan tugas apabila ia profesional dalam bidang keguruannya. Selain itu, tugas seorang guru mulia dan mendapat derajat yang tinggi yang diberikan Allah swt. disebabkan mereka mengajarkan ilmu kepada orang lain. Salah satu faktor yang paling menentukan dalam proses pembelajaran di kelas adalah guru. Tugas guru yang paling utama adalah mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar guru berperan aktif (medium) antara peserta didik dengan ilmu pengetahuan. Secara umum dapat dikatakan bahwa tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh guru adalah mengajak orang lain berbuat baik. Tugas tersebut identik dengan dakwah islamiyah yang bertujuan mengajak umat Islam untuk berbuat baik.

Allah swt. berfirman di dalam Q.S. Ali Imran/3 :104:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung.

Profesi seorang guru juga dapat dikatakan sebagai penolong orang lain, karena dia menyampaikan hal-hal yang baik sesuai dengan ajaran Islam agar orang lain dapat melaksanakan ajaran Islam. Dengan demikian, akan tertolonglah orang lain dalam memahami ajaran Islam. Sayyid Quthub mengatakan bahwa ayat mengharuskan sekelompok orang untuk menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat mungkar. Dalam Tafsir Al-Azhar, diterangkan bahwa suatu umat yang menyediakan dirinya untuk mengajak atau menyeru manusia berbuat kebaikan, menyuruh berbuat yang makruf yaitu yang patut, pantas, sopan, dan mencegah dari yang mungkar.  Berdasarkan ayat dan tafsir di atas dapat dipahami bahwa dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, guru berkewajiban membantu perkembangan anak menuju kedewasaan yang sesuai dengan ajaran Islam. Apalagi karena di dalam tujuan pendidikan terkandung unsur tujuan yang bersifat agamis, yaitu agar terbentuk manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Agama datang menuntun manusia dan memperkenalkan mana yang makruf dan mana yang mungkar. Oleh karena itu, hendaklah guru menggerakkan peserta didik kepada yang makruf dan menjauhi yang mungkar, supaya mereka bertambah tinggi nilainya, baik di sisi manusia maupun di hadapan Allah. Bila diperhatikan lebih jauh, tugas dan tanggung jawab yang mestinya dilaksanakan oleh guru yang telah dijelaskan pada firman Allah di atas intinya adalah mengajak manusia melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. M. Ja’far menegaskan, “Tugas dan tanggung jawab guru menurut agama Islam dapat diidentifikasikan sebagai tugas yang harus dilakukan oleh ulama, yaitu menyuruh yang makruf dan mencegah yang mungkar.15 Hal ini menunjukkan adanya kesamaan tugas yang
dilaksanaan guru dengan muballigh/da’i, melaksanakan tugasnya melalui jalur pendidikan
non formal.

Rasulullah saw. bersabda:
Dari Abdullah bin Amr, dia berkata, Nabi saw. Bersabda:Sampaikanlah dan ajaranku walaupun satu ayat. (HR. al-Bukhari)

Berdasarkan hadis di atas dapat dipahami bahwa tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh orang yang mengetahui, termasuk pendidik/guru, adalah menyampaikan apa yang diketahuinya (ilmu) kepada orang yang tidak mengetahui. Guru merupakan pemimpin pendidikan dalam melaksanakan proses pembelajaran. Guru harus dapat bertanggung jawab terhadap Allah atas kepemimpinannya sebagaimana terdapat dalam hadis yang berbunyi:

Abdullah bin Umar berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. Bersabda: Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. (H.R. al-Bukhari)

Berdasarkan hadis di atas dapat dipahami bahwa tanggung jawab dalam Islam bersifat pribadi dan sosial. Dalam pendidikan formal, guru adalah pemimpin di dalam kelas yang bertanggung jawab tidak hanya terhadap perbuatannya, tetapi juga terhadap perbuatan orang-orang yang berada di bawah perintah dan pengawasannya yaitu peserta didik.
Apabila dilihat dari rincian tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh guru, al-Abrasyi yang mengutip pendapat al-Ghazali mengemukakan bahwa:
1.    Guru harus menaruh rasa kasih sayang terhadap murid dan memberlakukan mereka
seperti perlakuan anak sendiri;
2.    Tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi bermaksud
dengan mengajar itu mencari keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepada Tuhan;
3.    Memberikan nasehat kepada murid pada tiap kesempatatan, bahkan menggunakan
setiap kesempatan itu untuk menasehati dan menunjukinya;
4.    Mencegah murid dari akhlak yang tidak baik dengan jalan sindiran jika mungkin
dan dengan jalan terus terang, dengan jalan halus, dan tidak mencela;
5.    Seorang guru harus menjalankan ilmunya dan jangan berlainan kata dengan perbuatannya.

Ahmad Tafsir membagi tugas-tugas yang dilaksanakan oleh guru yaitu:
1.    Wajib mengemukakan pembawaan yang ada pada anak dengan berbagai cara sepertiobservasi, wawancara, melalui pergaulan, angket dan sebagainya;
2.    Berusaha menolong peserta didik mengembangkan pembawaan yang baik dan
menekankan pembawaan yang buruk agar tidak berkembang;
3.    Memperlihatkan kepada peserta didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai keahlian, keterampilan agar mereka memilikinya dengan cepat;
4.    Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah perkembangan pesertadidik berjalan dengan baik;
5.    Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala peserta didik melalui kesulitan
dalam mengembangkan potensinya.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa tugas dan tanggung jawab guru bukan hanya mengajar atau menyampaikan kewajiban kepada peserta didik, akan tetapi juga membimbing mereka secara keseluruhan sehingga terbentuk kepribadian muslim.
Sehubungan dengan hal itu, Zainal Abidin menegaskan bahwa tugas dan tanggung jawab utama yang harus dilaksanakan oleh guru, terutama guru pendidikan agama Islam adalah membimbing dan mengajarkan seluruh perkembangan kepribadian peserta didik pada ajaran Islam. Menurut al-Gazali, guru harus memiliki akhlak yang baik karena peserta didik selalu melihat pendidiknya sebagai contoh yang harus diikutinya.

Sedangkan Nur Uhbayati mengemukakan tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh pendidik (guru) antara lain:
1.    Membimbing peserta didik kepada jalan yang sesuai dengan ajaran agama Islam;
2.    Menciptakan situasi pendidikan keagamaan yaitu suatu keadaan di mana tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan hasil yang memuaskan sesuai dengan tuntutan ajaran Islam.


Pada sisi lain, Samsul Nizar mengungkapkan rangkaian tugas guru dalam mendidik, yaitu “Rangkaian mengajar, memberikan dorongan, menguji, menghukum, memberikan contoh, dan membiasakan”.  Imam Barnadib menambahkan bahwa “Tugas guru terkait dengan perintah, larangan, menasehati, hadiah, pemberian kesempatan, dan menutup kesempatan”.  Dengan demikian, dapat dipahami bahwa tugas guru bukan hanya sekedar mengajar. Di samping itu, ia bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses pembelajaran, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis.

Hak dan Kewajiban Guru

Guru sebagai jabatan profesional yang dituntut memiliki keahlian khusus, diharapkan betul-betul mengarahkan seluruh perhatiannya agar selalu dapat melaksanakan tugas profesionalnya dengan penuh tanggung jawab. Untuk itu, guru harus diberikan hak-hak tertentu sehingga mereka dapat memenuhi tugas dan tanggung jawabnya. Di dalam UU R.I. No. l4 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bab IV pasal 14 ayat 1 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan guru berhak:
1.    Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimun dan jaminan kesejahteraansosial;
2.    Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
3.    Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
4.    Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
5.    Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menjaga kelancaran tugas keprofesionalan;
6.    Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
7.    Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
8.    Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
9.    Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
10.  Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau
11.  Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.

Guru profesional dituntut memiliki kompetensi-kompetensi khusus. Selain itu, guru juga dituntut melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya. Di dalam pasal 20 UU R.I. No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa guru dalam melaksanakan tugasnya mempunyai beberapa kewajiban, yaitu:
1.    Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
2.    Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
3.    Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
4.    Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang tersebut di atas, seorang guru akan tetap dapat eksis di tengahtengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. Demikian pula para peserta didik akan semakin hormat kepadanya karena mereka melihat guru mereka sebagai sosok yang senantiasa dapat ditiru dan digugu.

Kompetensi Guru

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa kompetensi berarti kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan) sesuatu. W. Robert Houston yang dikutip oleh Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir mengatakan bahwa kompetensi adalah suatu tugas yang memadai atau pemilikan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang.  Dari pengertian tersebut dipahami bahwa suatu pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Pekerjaan profesional memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya. Guru sebagai pekerjaan profesional juga memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam menjalankan tugasnya yang biasa disebut kompetensi guru. Kompetensi guru berupa seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh seorang guru agar dapat melaksanakan tugas-tugas keprofesionalannya. Dengan penguasaan kompetensi-kompetensi itu, diharapkan dapat diwujudkan pencapaian tujuan pendidikan nasional. Di dalam UU R.I. No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa kompetensi meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
Selanjutnya di dalam penjelasan undang-undang ini disebutkan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik, kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik. Lebih lanjut dikemukakan bahwa kompetensi profesional guru adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam, sedangkan kompetensi sosial berarti kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Keempat kompetensi tersebut secara teoritis dapat dipisah-pisahkan satu sama lain. Namun, secara praktis keempat kompetensi itu tidak mungkin dipisah-pisahkan. Keempatnya saling menjalin secara terpadu dalam diri seorang guru.

Kompetensi Pedagogis

Kompetensi pedagosis adalah seperangkat kemampuan dan keterampilan (skill)  yang berkaitan dengan interaksi pembelajaran antara guru dan peserta didik dalam kelas. Kompetensi pedagogis ini meliputi kemampuan guru dalam menjelaskan materi, melaksanakan metode pembelajaran, memberikan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mengelola kelas, dan melaksanakan evaluasi.

Kompetensi Kepribadian

Kompetensi kepribadian adalah seperangkat kemampuan dan karakteristik personal yang memcerminkan realitas sikap dan perilaku guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi kepribadian ini melahirkan ciri-ciri guru yaitu, sabar, tenang, bertanggung jawab, demokratis, ikhlas, cerdas, menghormati orang lain, stabil, ramah, tegas, berani, kreatif, inisiatif, dan lain-lain.

Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah seperangkat kemampuan dan keterampilan yang terkait dengan hubungan atau interaksi dengan orang lain. Artinya, guru harus dituntut memiliki keterampilan berinteraksi dengan masyarakat, khususnya dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan menyelesaikan problem masyarakat. Dalam realitas masyarakat, guru masih menjadi sosok elit masyarakat yang dianggap memiliki otoritas moral cukup besar. Salah satu konsekuensi agar peran itu tetap melekat dalam diri guru adalah guru harus memiliki kemampuan berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain.
Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional adalah seperangkat kemampuan dan keterampilan terhadap penguasaan materi pelajaran secara mendalam, utuh, dan komprehensif.  Guru yang memiliki kompetensi profesional tidak cukup hanya memiliki penguasaan materi secara formal, tetapi juga harus memiliki kemampuan terhadap materi ilmu lain yang memiliki keterkaitan dengan pokok bahasan mata pelajaran tertentu. Misalnya, guru fikih yang mengajar pokok bahasan nikah tidak cukup menguasai materi yang berkaitan dengan normativitas fikih, melainkan juga harus menguasai dan memahami materi nikah yang berkaitan dengan perkembangan penduduk. Konsekuensinya, guru tersebut harus menguasai materi yang berkaitan dengan kependudukan. Guru tafsir yang mengajar pokok bahasan kerusakan di muka bumi, tidak cukup hanya menjelaskan terminologi kerusakan secara normatif. Tetapi, kerusakan harus dilihat dari aspek sosiologis, psikologis, geografis, dan kultural. Guru akan mampu menjelaskan materi itu jika menguasai materi sosiologi atau antropologi.

KESIMPULAN
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya. Tugas dan tanggung jawab guru adalah mengajar atau menyampaikan kewajiban kepada peserta didik. Selain itu, juga membimbing mereka secara keseluruhan sehingga terbentuk kepribadian muslim.
Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, guru mempunyai hak-hak berupa penghasilan, promosi, kesempatan meningkatkan kompetensi, memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran, kebebasan memberikan penilaian, memperoleh rasa aman, kebebasan berserikat, kesempatan berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan, mengembangkan kualifikasi dan kompetensi, dan pelatihan dan pengembangan profesi.

Dengan hak-hak tersebut, guru berkewajiban merencanakan pembelajaran secara baik, mengembangkan kualifikasi dan kompetensinya secara berkesinambungan, bertindak objektif, menjunjung tinggi peraturan, dan memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.
Sebagai guru yang profesional, ia harus memiliki keahlian khusus yang disebut kompetensi dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya. Keahlian tersebut meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Keempat kompetensi tersebut saling terjalin secara padu dalam diri seorang guru.

DAFTAR PUSTAKA
·         Abidin, Zainal, Kepribadian Muslim. Semarang: Aneka Ilmu, 1989.
·         al-Abrasyi, Muhammad Athiyah, Al-Tarbiyyah al-Islāmiyyah, ter. Bustami A. Gani dan Djohar
Bahry, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, cet. IV; Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
·         al-Bukhārī, Abū ‘Abdillāh Muhammad ibn Ismā’ī ibn Ibrāhīm ibn al-Mugīrah ibn Bardarbah,
Shahīh al-Bukhārī, CD Mausū’ah al-Hadīs al-Syarīf, Kitāb Ahādīs al-Anbiyā’.
Barnadib, Sutari Imam, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, Yogyakarta: Andi Ofset, 1993.
·         Departemen Agama RI., Al-Qur ‘an dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra, t.th.
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, cet. VII; Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008.
·         Hamalik, Oemar, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, cet. V; Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
·         Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz IV, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.
·         Ibnu Rusn, Abidin, Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan, cet. II; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
·         Idris, Muhamad, Kiat Menjadi Guru Profesional, cet. I; Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.
·         M. Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1992.
·         Muchith, Saekhan, Pembelajaran Kontekstual, cet. I; Semarang: Rasail Media Group, 2008.
·         Muhaimin dkk., Strategi Belajar Mengajar, (Penerapan dalam Pendidikan Agama) Surabaya: Citra Media, 1996.
·         Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, cet. I; Jakarta: Kencana, 2006.
·         Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikin Islam, Jilid I., cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
·         Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Pers, 1993.
·         Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, cet. III; Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
·         Quthub Sayyid, Fī Dzilāl al-Qur’ān, Juz I, CD al-Maktabah al-Syāmilah Redaksi Sinar Grafika, Undang-undang Guru dan Dosen (UU RI No. 14 Th. 2005,) cet. II; Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
·         Shalih, Muhibb al-Dīn Ahmad Abī, et al., Mudzakkirah Mu’jizah fī al-Tarbiyyah al-Islāmiyyah wa Thuruq Tadrīs al- ‘Ulūm al-Dīniyyah wa al-Arabiyyah, Al-Madīnah al-Munawwarah: Mathābi’ al-Jāmi’ah al-Islāmiyyah, 1410 H.
·         Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994.
·         Uhbayati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1997.
·         Uno, Hamzah B., Profesi Kependidikan, Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
·         Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Read more
no image



Latar Belakang
Kita sepakat bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang tidak asing bagi kita, terlebih lagi karena kita bergerak di bidang pendidikan. Juga pasti kita sepakat bahwa pendidikan diperlukan oleh semua orang. Bahkan dapat dikatakan bahwa pendidikan ini dialami oleh semua manusia dari semua golongan. Tetapi seringkali orang melupakan makna dan hakikat pendidikan itu sendiri. Layaknya hal lain yang sudah menjadi rutinitas, cenderung terlupakan makna dasar dan hakikatnya. Karena itu benarlah kalau dikatakan bahwa setiap orang yang terlihat dalam dunia pendidikan sepatutnyalah selalu merenungkan makna dan hakikat pendidikan, merefleksikannya di tengah-tengah tindakan/aksi sebagai buah refleksinya. Makalah singkat ini mencoba mengungkap makna education, Tarbiyah, pendidikan yang terkadang dimaknai secara sempit. Makalah ini akan memberikan gambaran perbedaan makna tarbiyah, ta‟lim, tadris, tahdzib, Ta‟dib dan tadrib dengan menampilkan pendapat-pendapat para pakar pendidikan baik dari literatur barat maupun timur. Pembahasan makalah ini dimulai dengan pengertian pendidikan dari tinjauan etimologis dan terminologis untuk mengantarkan pembahasan pada hakikat pendidikan. 

Masalah 

Adapun yang menjadi permasalahan dalam pembahasan ini adalah :
1.     Apa arti pendidikan (secara etimologis dan terminologis)?
2.     Bagaimana Fenomena pendidikan Indonesia
3.     Apa hakikat Pendidikan itu? 

Pemecahan masalah 

Dalam memecahkan masalah, penulis menggunakan pendekatan deskriptif analitik, yaitu dengan memaparkan tori-teori dari berbagai literatur secara teliti dan kritis yang relevan dengan permasalahan tersebut

Metodologi Penulisan 

Mengingat permasalahan ini terbatas pada stu kajian yaitu hakikai pendiidkan, maka metode yang digunakan adalah metode diskriftif. Suatu metode yang memusatkan pada pemecahan yang aktual. Data dikumpulkan dari berbagai literatur, lalu disusun, dianalisis dan dijelaskan kemudian disimpulkan. 

Sistimatika penulisan 

Penulisan ini terdiri atas; Pendahuluan ,Pengertian pendidikan (tinjauan pendidikan dari sudut etimologis dan terminologis), Fenomena pendidikan di Indonesia , Hakekat Pendidikan dan sebagai ilustrasi penulis sajikan hakekat pendidikan Islam.
Dan diakhiri dengan kesimpulan. 

Pengertian Pendidikan
 
Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya. Dengan demikian, bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Karena itulah sering dinyatakan pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia. Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya. Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah “pedagogik” yaitu ilmu menuntun anak, orang Romawi memandang pendidikan sebagai “educare”, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai “Erzichung” yang setara dengan educare, yakni membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan/potensi anak.
Dalam bahasa Jawa pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan), mengolah, mengubah, kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran dan watak, mengubah kepribadian sang anak. Sedangkan menurut Herbart pendidikan merupakan pembentukan peserta didik kepada yang diinginkan sipendidik yang diistilahkan dengan Educere.( M.R. Kurniadi,STh;1) Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar “didik” (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian proses pengubahan dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perluasan, dan cara mendidik. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.

Tinjauan Etimologis

Istilah pendidikan, menurut Carter V. Good dalam “Dictionary of Education” dijelaskan sebagai berikut:
a. Pedagogy:
1.     The art, practice of profession of teaching “seni, praktik atau profesi sebagai pengajar (pengajaran)
2.     The sistematized learning or instruction concerning principles and methods of teaching and of student control and guidance; lagerly replaced by the term of education. “ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dan metode-metode mengajar pengawasan dan bimbingan murid dalam arti luas diartikan dengan istilah pendidikan”
b. Education:
1.     proses perkembangan pribadi;
2.     proses sosial;
3.     profesional cources;
4.     seni untuk membuat dan memahami ilmu pengetahuan yang tersusun yang diwarisi/dikembangkan generasi bangsa.
Dalam bahasa Arab pendidikan disebut Tarbiyah yang diambil dari Rabba ( ) yang bermakna memelihara , mengurus, merawat, mendidik. Dalam literatur-literatur berbahasa Arab kata Tarbiyah mempunyai bermacam macam definisi yang intinya sama mengacu pada proses pengembangan potensi yang dianugrahkan pada manusia. Definisi-definisi itu antara lain sebagai berikut:
1.     Tarbiyah adalah proses pengembangan dan bimbingan jasad, akal dan jiwa yang dilakukan secara berkelanjutan sehingga mutarabbi (anak didik) bisa dewasa dan mandiri untuk hidup di tengah masyarakat. (Ath-Thabari 67)
2.     Tarbiyah adalah kegiatan yang disertai dengan penuh kasih sayang, kelembutan hati, perhatian bijak dan menyenangkan; tidak membosankan.( Al-Maraghi, Juz V; 34)
3.     Tarbiyah adalah proses yang dilakukan dengan pengaturan yang bijak dan dilaksanakan secara bertahap dari yang mudah kepada yang sulit.
4.     Tarbiyah adalah mendidik anak melalui penyampaian ilmu, menggunakan metode yang mudah diterima sehingga ia dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari (Fathul Bari Jilid I; 162 )
5.     Tarbiyah adalah kegiatan yang mencakup pengembangan, pemeliharaan, penjagaan, pengurusan, penyampaian ilmu, pemberian petunjuk, bimbingan, penyempurnaan dan perasaan memiliki terhadap anak didik. (Al-Maraghi jilid III: 79).
Dalam definisi –definisi di atas tersirat unsur-unsur pembelajaran yaitu ta‟lim dan tadris (Instruction ) tahdib dan ta‟dib (penanaman akhlak mulia) dan Tadrib (Taining – pelatihan).

Tinjauan Terminologis 

Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Lebih lanjut beliau ( Kerja Ki Hajar Dewantara 1962:14)menjelaskan bahwa “Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti ( kekuatan batin, karakter),pikiran (intellect) dan tubuh anak; dalam pengertian Taman Siswa tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu, agar supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya “.  Beliau lebih lanjut mejelaskan bahwa pendidikan harus mengtamakan aspek-aspek berikut:
1.     Segala alat, usaha dan cara pedidikan harus sesuai dengan kodratnya keadaan
2.     Kodratnya keadaan itu tersimpan dalam adat-istiadat setiap rakyat, yang oleh karenanya bergolong-golong merupakan kesatuan dengan sifat prikehidupan sendiri-sendiri, sifat-sifat mana terjadi dari bercampurnya semua usaha dan daya upaya untuk mencapai hidup tertib damai.
3.     Adat istiadat, sebagai sifat peri kehidupan atau sifat percampuran usaha dan daya upaya akan hidup tertib damai itu tiada terluput dari pengaruh zaman dan tempat.; oleh karena itu tidak tetap senantiasa berubah.
4.     Akan mengetahui garis-hidup yang tetap dari sesuatu bangsa perlulah kita mempelajari zaman yang telah lalu
5.     Pengaruh baru diperoleh karena bercampurgaulnya bangsa yang satu dengan yang lain,percampuran mana sekarang ini mudah sekali terjadi disebabkan adanya hubungan modern.
Haruslah waspada dalam memilih mana yang baik untuk menambah kemuliaan hidup kita dan mana yang akan merugikan. Itulah diantara pikiran- pikiran beliau yang sangat sarat dengan nilai.
Menurut buku “Higher Education For America Democracy”: Education is an institution of civilized society, but the purposes of education are not the same in all societies, an educational system finds it‟s the guiding principles and ultimate goals in the aims and philosophy of the social order in which it functions (11: 5) “pendidikan alah suatu lembaga dalam tiap-tiap masyarakat yang beradab, tetapi tujuan pendidikan tidaklah sama dalam setiap masyarakat. Sistem pendidikan suatu masyarakat (bangsa) dan tujuan-tujuan pendidikannya didasarkan atas prinsip-prinsip (nilai) cita-cita dan filsafat yang berlaku dalam suatu masyarakat (bangsa)”.
Menurut Prof. Richy dalam buku “Planing for Teaching and Introduction to Education”: The term “education” refers to the broad function of preserving and inproving the life of the group through bringing new members into its shared concerns. Education is thus a far broader process thah that which accurs in schools. It is an essential social activity by which communicaties continue to exist in complex communicaties this function is specialized and institutionalized in formal education, but there is always the education outside the school with wich the formal process in related (12: 489) “Istilah pendidikan berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu bangsa (masyarakat) terutama membawa warga masyarakat yang baru (generasi muda) bagi penunaian kewajiban dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang esensial yang memungkinkan masyarakat yang kompleks dan modern. Fungsi pendidikan ini mengalami proses spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal, yang tetap berhubungan dengan proses pendidikan formal di luar sekolah.
Prof. Lodge dalam buku “Philosophy of Education”: The word “education” is used, sometimes in a wider, sometimes in a narrower, sense. In the wider sense, all experienceis said to the educative and life is education and education is life. “Perkataan pendidikan kadang-kadang dipakai dalam pengertian yang luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian luas pendidikan adalah semua pengalaman, dapat dikatakan juga bahwa hidup adalah pendidikan atau pendidikan adalah hidup”. In the narrower sense “education is restricted to that function of the community which consists in passing in its traditions its background and its outlook to the members of the rising generation. “Pengertian pendidikan secara sempit adalah pendidikan dibatasi pada fungsi tertentu di dalam masyarakat yang terdiri atas penyerahan adat istiadat (tradisi) dengan latar belakang sosialnya, pandangan hidup masyarakat itu kepada warga masyarakat generasi berikutnya.
Menurut Brubacher dalam bukunya “Modern Philosophies of Education”: “Education should be thought of as the process of mans reciprocal adjusment to nature to his follows and to the ultimates nature of the cosmos. “Pendidikan diartikan sebagai proses timbal balik dari setiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, dengan teman dan alam semesta. Education is the organized development and equipment of all the power of human being, moral, intellectual, and physical, by and for their individual and social uses, directed to word the union of these activities with their creator as their final end. “Pendidikan merupakan pula perkembangan yang terorganisasi dan kelengkapan dari semua potensi manusiawi, moral, intelektual dan jasmani oleh dan untuk kepribadian individunya serta kegunaan masyarakatnya yang diarahkan demi menghimpun semua aktivitas tersebut bagi tujuan hidupnya”.(The Internet,http.www.Wikipedia Pendidikan com)

Fenomena Pendidikan Indonesia

Bagi orang-orang yang berkompeten terhadap bidang pendidikan akan menyadari bahwa pendidikan kita sampai saat ini masih mengalami “sakit”. Dunia pendidikan yang sakit ini disebabkan karena pendidikan yang seharusnya membuat manusia menjadi manusia, tetapi dalam kenyataannya seringkali tidak demikian. Seringkali kepribadian manusia cenderung direduksi oleh sistem pendidikan yang ada. Masalah pertama adalah bahwa pendidikan di Indonesia menghasilkan “manusia robot”. Kami katakan demikian karena pendidikan yang diberikan ternyata berat sebelah atau tidak seimbang. Pendidikan ternyata mengorbankan keutuhan, kurang seimbang antara belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Jadi unsur integrasi cenderung semakin hilang, yang terjadi adalah disintegrasi. Masalah kedua, sistem pendidikan yang top down (dari atas ke bawah) atau kalau menggunakan istilah Paula Freire (tokoh pendidik Amerika Latin) adalah pendidikan gaya bank. Sistem pendidikan ini sangat tidak membebaskan karena peserta didik dianggap sebagai manusia yang tidak tahu apa-apa. Masalah ketiga, model pendidikan yang hanya diorientasikan kepada manusia yang dihasilkan pendidikan ini hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Manusia sebagai objek (wujud dehumanisasi) merupakan fenomena yang justru bertolak-belakang dengan visi humanisasi, menyebabkan manusia tercerabut dari akar-akar budayanya. Mampukah kita menjadikan lembaga pendidikan sebagai sarana interaksi kultural untuk membentuk manusia yang sadar akan tradisi dan kebudayaan serta keberadaan masyarakatnya sekaligus juga mampu menerima dan menghargai keberadaan tradisi, dan budaya situasi masyarakat lain. Dalam hal ini, makna pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara menjadi sangat toleran untuk direnungkan. 

Hakikat Pendidikan

Pendidikan merupakan transfer of knowledge, transfer of value dan transfer of culture and transfer of religius yang semoga diarahkan pada upaya untuk memanusiakan manusia. Hakikat proses pendidikan ini sebagai upaya untuk mengubah perilaku individu atau kelompok agar memiliki nilai-nilai yang disepakati berdasarkan agama, filsafat, ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan. Menurut pandangan Paula Freire pendidikan adalah proses pengaderan dengan hakikat tujuannya adalah pembebasan. Hakikat pendidikan adalah kemampuan untuk mendidik diri sendiri. Dalam konteks ajaran Islam hakikat pendidikan adalah mengembalikan nilai-nilai ilahiyah pada manusia (fitrah) dengan bimbingan Alquran dan as-Sunnah (Hadits) sehingga menjadi manusia berakhlakul karimah (insan kamil) Dengan demikian hakikat pendidikan adalah sangat ditentukan oleh nilai-nilai, motivasi dan tujuan dari pendidikan itu sendiri.Maka hakikat pendidikan dapat dirumuskan sebagi berikut :
1.         Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi yang ditandai keseimbangan antara kedaulatan subjek didik dengan kewibawaan pendidik;
2.         Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik menghadapi lingkungan yang mengalami perubahan yang semakin pesat;
3.         Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat;
4.         Pendidikan berlangsung seumur hidup;Pendidikan merupakan kiat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu.
Hakikat Pendidikan Islam Pendidikan secara semantik menunjukkan pada suatu kegiatan atau proses yang berhubungan dengan pembinaan yang dilakukan seseorang kepada orang lain . Pengertian tersebut belum menunjukkan adanya program, sistem, dan metoda yang lazimnya digunakan dalam melakukan pendidikan atau pengajaran. Masih dalam pengertian kebahasaan ini, dijumpai pula kata tarbiyah dalam bahasa Arab. Kata ini sering digunakan oleh para ahli pendidikan Islam untuk menerjemahkan kata pendidikan dalam bahasa Indonesia. Selain kata tarbiyah terdapat pula kata ta‟lim. Kata ini oleh para penerjemah sering diartikan pengajaran. Selain kata tarbiyah terdapat pula kata ta‟lim.
Kata ini oleh para penerjemah sering diartikan pengajaran. Dalam pengertian itu Yusuf A. Faisal, pakar dalam pendidikan mengatakan bahwa “Pengertian pendidikan islam dari sudut etimologi (ilmu akar kata) sering dikatakan istilah ta‟lim dan tarbiyah yang bersal dari kata allama dan rabba yang dipergunakan dalam al-Qur‟an sekalipun kata tarbiyah lebih luas konotasinya, yaitu mengandung arti memelihara, membesarkan dan mengandung makna sekaligus mengandung makna mengajar (allama). Selanjutnya Faisal mengutip pendapat Naquib Alatas dalam bukunya Islam and Secularism sebagaimana tersebut diatas terdapat pula kata ta‟dib yabg ada hubungannya dengan kata adab yang berarti sopan santun.” (Nata Abuddin 2005: 5)
Selanjutnya bagaimanakah penjelasan yang diberikan al-Quran terhadap ketiga kata tersebut ?. Untuk ini Muhammad Fuad „Abd al-Baqy dalam bukunya Al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfadz al-Qur‟an al Karim telah mengimformasikan bahwa dalam al-Qur‟an kata Tarbiyah dalam kata yang serumpum dengannya diulang sebanyak lebih dari 872 kali. Kata tersebut berakar pada rabb. Kata ini sebagaimana dijelaskan oleh al-Raghib al-Ashfahany, pada mulanya berarti al-Tarbiyah yaitu insya‟ al-Sya‟i halan ila halin ila had tamam yang artinya mengembangkan atau menumbuhkan sesuatu tahap demi setahap sampai pada batas yang sempurna.
Kata selanjutnya digunakan oleh al-Qur‟an ntuk berbagai hal antara lain digunakan untuk menerangkan salah satu sifat atau perbuatan Tuhan, yaitu rabb al-„alamin yang artinya Pemelihara, Pendidik, Penjaga, Penguasa dan Penjaga sekalian alam. (lihat Q.S, al-Fatihah, 1:2; al-Baqarah 2:131; al-Maidah, 5:28; al-An‟am, 6:45; 71; 162 dan 164; al-Ar‟af, 7:54; dan seterusnya) selain kata rabb digunakan untuk arti sebagaimana disebut diatas, digunakan pula untuk arti yang obyeknya lebih terperinci lagi, yakni bahwa yang dipelihara, dididik dan seterusnya ada yang berupa al-„arsyy al azhim, yakni arsy yang demikian besar (Lihat Q.S 9:129), al-Masyaariw yakni ufuk timur tempat terbitnya matahari (Q.S 37:5), aba‟ukum al-awwalun yakni nenek moyang para pendahulu orang kafir Quraisy (Q.S 37:126), al-Maghrib ufuk barat tempat terbenamnya matahari (Q.S 55:17), al-Baldah yakni negeri dalam hal ini adalah Makkah al-Mukarramah (Q.S 2:126), Bait yakni rumah yang dalam hal ini adalah Baitullah, Kabah yang ada di Makkah. Beberapa ayat tersebut diatas menunjukan dengan jelas, bahwa kata rabb sebagaimana yang ditunjukan pada al-Quran ternyata digunakan untuk menunjukan obyek yang bermacam-macam, yang dalam ini meliputi benda-benda yang bersifat fisik dan non fisik. Dengan demikian pendidikan meliputi pemeliharaan terhadap seluruh mahluk Tuhan. Adapun kata yang kedua, dalam hal ini „allama sebagaimana dijelaskan oleh al-Raghib al-Ashfahany, digunakan secara khusus untuk menunjukan sesuatu yang dapat diulang dan diperbanyak sehingga meninggalkan bekas atau pengaruh pada diri seseorang dan ada pula yang mengatakan bahwa kata tersebut digunakan untuk mengingatkan jiwa agar memperoleh gambaan mengenai arti tentang sesuatu, dan kadang kata tersebut juga dapa diartikan pemberitahuan. Kata ta‟lim yang berakar padda kata „allama dengan erbagai akar kata yang serumpum dengannya delam al-Quran disebut sebanyak lebih dari 840 kali dan digunakan untuk arti berbagai macam. Terkadang oleh Allah digunakan untuk menjelaskan pengetahuan-Nya yang diberikan kepada manusia (Lihat Q.S 2:269), digunakan untuk menjelaskan bahwa Allah maha mengetahui terhadap segala sesuatu yang terjadi pada manusia (Lihat Q.S 11:79) digunakan untuk menjelaskan bahwa Allah mengetahui orang-orang yang mengikuti petunjuknya. (Q.S 2:143). Dari informasi ini terlihat bahwa kata ta‟lim dalam al-Quran mengacu pada adanya sesuatu berupa pengetahuan yang diberikan kepada seseorang.. jadi sifatnya intelektual. Sedangkan kata tarbiyah lebih mengacu pada bimbingan, pemeliharaan, arahan, penjagaan, dan sifatnya pembentukan kepribadian.
Adapun mengenai ta‟dib yang berakar pada kata addba tidak dijumpai dalam al-Quran. Kata tersebut dijumpai dalam hadist antara lain ang berbunyi : addabani rabby fa ahsana ta‟diby, artinya : “ Tuhanku telah mendidikku dan telah membuat pendidikankku sebaik-baiknya. Dalam pembahasan selanjutnya dijumpai perbedaan pendapat dikalangan para ahli menengenai pemakaian kata tersebut dalam hubungannya dengan pendidikan. Abdurrahman al-Nahlawi, misalnya lebih cenderung menggunakan kata tarbiyah untuk kata pendidikan. Ia lebih lanjut mengatakan bahwa kata tarbiyah berasal dari tiga kata, yaitu pertama dari kata rabba , yarbu, yang berarti bertambah dan bertumbuh, karena pendidikan mengandung misi untuk menambah bekal pengetahuan kepada anak didik dan menumbuhkan potensi yang dimilikinya; kedua dari kata rabbya, yarba, yang beararti menjadi besar, karena pendidikan juga mengandung arti untuk membesarkan jiwa dan memperluas wawasan seseorang, dan ketiga dari kata rabba yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga, dan memelihara sebagaimana telah dijelaskan diatas. Kemudian Naqwib al-Attas berpendapat bahwa:” kata yang paling tepat untuk mewakili kata pendidikan adalah kata ta‟dib. Sementara istilah tarbiyah dinilainya terlalu luas yakni mencakup pendidikan untuk hewan, tumbuhan dan sebagainya. Sedangkan kata ta‟dib sasaran pendidikannya adalah manusia.” (Nata Abuddin 2005: 13) Berbeda dengan kedua pendapat diatas, Abdul Fattah Jalal berpendapat bahwa istilah yang lebih komprehensip untuk mewakili istilah pendidikan adalah istilah ta‟lim. Menurutnya istilah yang terakhir ini (ta‟lim) justru lebih universal dibanding dengan istilah tarbiyah. Untuk ini Jalal mengajukan alasan, bahwa kata ta‟lim berhubungan dengan pemberian bekal pengetahuan. Pengetahuan ini dalam islam dinilai sesuatu yang dimiliki kedudukan yang tinggi. Hal ini misalnya dapat dijelaskan melalui kasus Nabi Adam yang yang diberi pengajaran (ta‟lim) oleh Allah. Dengan sebab ini, para malaikat bersujud (menghormati) Nabi Adam lihat Q.S Al-Baqarah.
Uraian diatas dapat memperlihatkan dengan jelas bahwa dikalangan para ahli pendidikan sendiri masih belum terdapat kesepakatan mengenai penggunaan dari ketiga istilah tersebut untuk mewakili kata pendidikan. Untuk menghindari pembicaraan berkepanjangan yang dasarnya hanya pemainan kosa kata, maka Konferensi Internasional pendidikan Islam pertama (First World Conferention Muslim Education) yang diselenggarakan oleh Universitas King Abdul Azis, Jeddah, pada tahun 1977, belum berhasil merumuskan secara jelas tentang definisi pendidikan, khususnya menurut Islam. Dalam bagian rekomendasi konferensi tersebut, para peserta membuat kesimpulan bahwa pengertian pendidikan menurut islam adalah keseluruhan pengertian yang terkandung didalam ketiga istilah tersebut. Namun demikian, ketiga istilah tersebut sebenarnya memberi kesan bahwa antara satu dan yang lainnya berbeda. Beda istilah ta‟lim mengesankan memberikan proses pemberian bekal pengetahuan. Sedangkan istilah tarbiyah, mengesankan proses pembinaan dan pengarahan bagi pembentukan kepribadian dan sikap mental.sementara istilah ta‟dib mengesankan proses pembinaan dan pengarahan bagi pembentukan kepribadian dan sikap mental, sedangkan sitilah ta‟dib mengesankan proses pembinaan terhadap sikap moral dan estetika dalam kehidupan yang lebih mengacu pada peningkatan martabat manusia. 

Kesimpulan 

Hakikat pendidikan adalah upaya sadar untuk mengembangkan potensi yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia dan diarahkan pada tujuan yang diharapkan agar memanusiakan manusia atau menjadikannya sebagai insan kamil, manusia utuh atau kaffah. Hakikat pendidikan ini dapat terwujud melalui proses pengajaran, pembelajaran (ta‟lim dan tadris), pembersihan dan pembiasaan (tahdzib dan ta`dib), dan tadrib (latihan) dengan memperhatikan kompetensi kompetensi pedagogi berupa profesi, kepribadian dan sosial. Pendidikan menumbuhkan budi pekerti, kekuatan batin , karakter, pikiran dan tubuh peserta didik yang dilakukan secara integral tanpa dipisah-pisahkan antara ranah-ranaha tersebut.
Read more