Open top menu
Selasa, 07 Mei 2013
no image




1.     Pemimpin Kharismatis
Wewenang kharismatis merupakan wewenang yang didasarkan pada kharisma, yaitu suatu kemampuan khusus yang ada pada diri seseorang. Kemampuan khusus ini melekat pada seseorang dan bersifat given, dalam arti pemberian dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Orang-orang disekitarnya mengakui akan adanya kemampuan tersebut atas dasar kepercayaan dan mitos (taklid), karena pada dasarnya mereka menganggap bahwa sumber dari kemampuan tersebut adalah sesuatu yang berada di atas kemampuan dan kekuasaan manusia pada umumnya. Sumber kepercayaan dan pemujaan karena kemampuan khusus itu setidaknya pernah terbukti manfaat serta kegunaannya bagi masyaraat, walau terkadang masih sebatas sugesti sekalipun. Wewenang kepemimpinan kharismatis tersebut akan tetap bertahan selama dapat dibuktikan keampuhannya bagi seluruh masyarakat. Pemimpian kharismatis berwujud pada suatu wewenang untuk diri orang itu sendiri, dan dapat dilaksanakan terhadap segolongan orang atau bahkan terhadap bagian terbesar dari masyarakat. Jadi, dasar wewenang kharismatis bukanlah terletak pada suatu peraturan (hokum), akan tetapi bersumber pada diri pribadi individu sang pemimpin.
Contoh dari bentuk kepemimpinan kharismatis ini dapat dilihat pada kisah sejarah Nabi dan Rasul dahulu, penguasa-penguasa terkemuka dalam sejarah lainnya dan seterusnya. Bentuk wewenang kharismatis ini memang berasal dan lahir begitu saja; pemberian dari Tuhan atau memang dilahirkan alam
2.     Pemimpin Tradisional
Wewenang tradisional dapat dimiliki oleh seseorang maupun sekelompok orang. Dengan kata lain, wewenang tersebut dimiliki oleh orang-orang yang menjadi anggota kelompok. Kelompok mana sudah lama sekali mempunyai kekuasaan di dalam suatu masyarakat. Wewenang tadi dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang bukan karena mereka memiliki kemampuan-kemampuan khusus seperti pada Wewenang Kharismatis. Melainkan kekuasaan dan wewenang tersebut telah melembaga dan bahkan menjiwai masyarakat. Demikian lamanya golongan tersebut memegang tampuk kekuasaan, masyarakat percaya dan mengakui kepemimpinannya. Ciri-ciri utama kepemimpinan tradisional adalah
1.     Adanya ketentuan-ketentuan tradisional yang mengikat sang pemimpin yang memiliki wewenang, serta orang-orang lainnya di dalam masyarakat.
2.     Adanya wewenang yang lebih tinggi ketimbang kedudukan seseorang yang hadir secara pribadi
3.     Selama tidak ada pertentangan dengan ketentuan-ketentuan tradisional, orang-orang dapat bertindak secara bebas. Sebagai contoh dari kepemimpinan ini adalah kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin adat. Jenis kekuasaan ini lahir dan kemudian melembaga dan dipercayai secara turun temurun.


3.     Pemimpin Legal – Rasional
Wewenang rasional atau legal adalah wewenang yang disandarkan pada system  hukum yang berlaku di masyarakat. Sistem hukum disini dipahamkan sebagai kaidah-kaidah yang telah diakui serta ditaati masyarakat, dan bahkan yang telah diperkuat oleh Negara. Pada wewenang yang didasarkan pada sistem hukum harus dilihat juga apakah sistem hukumnya bersandar pada tradisi, agama atau lainnya. Kemudian harus ditelaah juga hubungannya dengan sistem kekuasaan serta diuji pula apakah sistem hukum tadi cocok atau tidak dengan sistem kebudayaan masyarakat, supaya kehidupan dapat berjalan dengan tenang dan tentram.
Bentuk pemimpin yang cocok menggambarkan hal ini adalah wewenang yang dimiliki oleh Kepala Desa. Pada dasarnya pemimpin pada wilayah desa ini ditetapkan atas dasar consensus warganya, yang kemudian dilegalkan oleh aturan Negara (Kepala Desa).
Selain itu wewenang atau Fungsi kepemimpinan ditinjau dari sisi kemasyarakatan adalah sebagai berikut :
1.     Fungsi Perencanaan
Seorang pemimpin perlu membuat perencanaan yang menyeluruh bagi organisasi dan bagi diri sendiri selaku penanggung jawab tercapainya tujuan dari kepemimpinan.
2.     Fungsi memandang ke depan
Seorang pemimpin yang senantiasa memandang ke depan berarti akan mampu mendorong apa yang akan terjadi serta selalu waspada terhadap kemungkinan. Hal ini memberikan jaminan bahwa jalannya proses pekerjaan ke arah yang dituju akan dapat berlangusng terus menerus tanpa mengalami hambatan dan penyimpangan yang merugikan. Oleh sebab seorang pemimpin harus peka terhadap perkembangan situasi baik di dalam maupun diluar organisasi sehingga mampu mendeteksi hambatan-hambatan yang muncul, baik yang kecil maupun yang besar.
3.     Fungsi pengembangan loyalitas
Pengembangan kesetiaan ini tidak saja diantara pengikut, tetapi juga unutk para pemimpin tingkat rendah dan menengah dalam organisai. Untuk mencapai kesetiaan ini, seseorang pemimpin sendiri harus memberi teladan baik dalam pemikiran, kata-kata, maupun tingkah laku sehari – hari yang menunjukkan kepada anak buahnya pemimpin sendiri tidak pernah mengingkari dan menyeleweng dari loyalitas segala sesuatu tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya.
4.     Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan merupakan fungsi pemimpin untuk senantiasa meneliti kemampuan pelaksanaan rencana. Dengan adanya pengawasan maka hambatan – hambatan dapat segera diketemukan, untuk dipecahkan sehingga semua kegiatan kembali berlangsung menurut rel yang elah ditetapkan dalam rencana .
5.     Fungsi mengambil keputusan
Pengambilan keputusan merupakan fungsi kepemimpinan yang tidak mudah dilakukan. Oleh sebab itu banyak pemimpin yang menunda untuk melakukan pengambilan keputusan. Bahkan ada pemimpin yang kurang berani mengambil keputusan. Metode pengambilan keputusan dapat dilakukan secara individu, kelompok tim atau panitia, dewan, komisi, referendum, mengajukan usul tertulis dan lain sebagainya.
Dalam setiap pengambilan keputusan selalu diperlukan kombinasi yang sebaik-baiknya dari :
a.        Perasaan, firasat atau intuisi
b.       Pengumpulan, pengolahan, penilaian dan interpretasi fakta-fakta secara rasional – sistematis.
c.        Pengalaman baik yang langsung maupun tidak langsung.
d.       Wewenang formal yang dimiliki oleh pengambil keputusan. Dalam pengambilan

keputusan seorang pemimpin dapat menggunakan metode – metode sebagai berikut :
                  i.          Keputusan – keputusan yang sifatnya sederhana individual artinya secara sendirian.
                ii.          Keputusan – keputusan yang sifatnya seragam dan diberikan secara terus menerus dapat diserahkan kepada orang – orang yang terlatih khusus untuk itu atau dilakukan dengan menggunakan komputer.
              iii.          Keputusan – keputusan yang bersifat rumit dan kompleks dalam arti menjadi tanggung jawab masyarkat lebih baik diambil secara kelompok atau majelis. Keputusan – keputusan yang bersifat rumit dan kompleks sebab masalahnya menyangkut perhitungan – perhitungan secara teknis agae diambil dengan bantuan seorang ahli dalam bidang yang akan diambil keputusannya.

6.     Fungsi memberi motivasi
Seorang pemipin perlu selalu bersikap penuh perhatian terhadap anak buahnya. Pemimpin harus dapat memberi semangat, membesarkan hati, mempengaruhi anak buahnya agar rajinbekerja dan menunjukkan prestasi yang baik terhadap organisasi yang dipimpinnya. Pemberian anugerah yang berupa ganjaran, hadiah, piujian atau ucapan terima kasih sangat diperlukan oleh anak buah sebab mereka merasa bahwa hasil jerih payahnya diperhatikan dan dihargai oleh pemimpinnya.
Di lain pihak, seorang pemimpin harus berani dan mampu mengambil tindakan terhadap anak buahnya yang menyeleweng, yang malas dan yang telah berbuat salah sehingga merugikan organisasi, dengan jalan memberi celaan, teguran, dan hukuman yang setimpal dengan kesalahannya.
Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan.
Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat diterangkan melalui tiga aliran teori berikut ini.
a.      Teori Genetis (Keturunan). Inti dari teori menyatakan bahwa “Leader are born and nor made” (pemimpin itu dilahirkan (bakat) bukannya dibuat). Para penganut aliran teori ini mengetengahkan pendapatnya bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinan. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul sebagai pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara filosofis pandangan ini tergolong pada pandangan fasilitas atau determinitis.
b.     Teori Sosial. Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa “Leader are made and not born” (pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya kodrati). Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup.

c.      Teori Ekologis. Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling mendekati kebenaran. Namun demikian, penelitian yang jauh lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat mengatakan secara pasti apa saja faktor yang menyebabkan timbulnya sosok pemimpin yang baik.

Selain pendapat-pendapat yang menyatakan tentang timbulnya gaya kepemimpinan tersebut, Hersey dan Blanchard (1992) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan. Bertolak dari pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard (1992) mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi dari pimpinan (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s)., yang dapat dinotasikan sebagai : k = f (p, b, s).
Menurut Hersey dan Blanchard, pimpinan (p) adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.
Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard adalah suatu keadaan yang kondusif, di mana seorang pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pimpinan pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan.

Tipologi Kepemimpinan
Dalam praktiknya, dari ketiga gaya kepemimpinan tersebut berkembang beberapa tipe kepemimpinan; di antaranya adalah sebagian berikut (Siagian,1997).
a.     Tipe Otokratis. Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut: Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi; Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi; Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata; Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat; Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya; Dalam tindakan pengge-rakkannya sering memperguna-kan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.
b.     Tipe Militeristis. Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut : Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan; Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya; Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan; Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan; Sukar menerima kritikan dari bawahannya; Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
c.     Tipe Paternalistis. Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut : menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa; bersikap terlalu melindungi (overly protective); jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan; jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif; jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya; dan sering bersikap maha tahu.
d.     Tipe Karismatik. Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab-sebab mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya yang sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supra natural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma. Gandhi bukanlah seorang yang kaya, Iskandar Zulkarnain bukanlah seorang yang fisik sehat, John F Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiliki karisma meskipun umurnya masih muda pada waktu terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat. Mengenai profil, Gandhi tidak dapat digolongkan sebagai orang yang ‘ganteng”.
e.     Tipe Demokratis. Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut : dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia; selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya; senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya; selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan; ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain; selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya; dan berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
Secara implisit tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin tipe demokratis bukanlah hal yang mudah. Namun, karena pemimpin yang demikian adalah yang paling ideal, alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha menjadi seorang pemimpin yang demokratis.
Read more
no image



Pada proses belajar mengajar  terdapat porsi terbesar dari profesi  guru, yang menuntut penguasaan isi, materi, wawasan yang berhubungan dengan  bidang studi  yang diajarkan, mendesain   program pembelajaran, serta menyusun RPP   yang akan menjadi panduan pembelajaran di kelas. Guru harus mengembangkan materi dengan kreatifitas maksimal agar siswa termotivasi dan mengikiti sekaligus melaksanakan  aktifitas yang menjadi dasar  konsep yang dimiliki , akan tetapi tidak mudah melahirkan kreatifitas yang bermakna tersebut, sehingga guru memerlukan latihan-latihan dan penambahan kegiatan yang mengarah pada proses pencetusan ide dan  konsep-konsep perkembangan.

Semua ini terbukti dengan kesulitan guru dalam menyusun Rencana Program Pembelajaran (RPP) pada  mata pelajaran Bahasa Indonesia yang kreatif, yang dapat menghidupkan suasana  belajar mengajar menjadi hidup dan tidak membosankan, karena  Rencana program Pembelajaran yang kreatis sangat diperlukan  sejalan dengan beraneka ragam corak perkembangan media pembelajaran  serta sumber belajar disekitar sekolah yang dapat dimanfaatkan oleh guru  dalam menunjang  proses pembelajaran.

            Pendidikan adalah proses yang bersifat terencana dan sistematik, karena itu perencanaannya disusun secara lengkap, dengan pengertian dapat dipahami dan dilakukan oleh orang lain dan tidak menimbulkan penafsiran ganda. Sebagai illustrasi dapat kita gunakan profesi seorang Insinyur bangunan. Rancang bangun yang disusunnya dapat dilaksanakan dengan baik oleh beberapa orang tukang bangunan dibantu dengan beberapa orang buruh bangunan. Mengapa? karena rancang bangun yang disusun Insinyur tersebut cukup lengkap dan operasional, sehingga seorang tukang yang tidak memiliki pendidikan teknik bangunan sekalipun dapat memahami dan melaksanakannya.

Sebagaimana ditegaskan dalam PP nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 20 bahwa perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sekurang-kurangnya memuat tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dijabarkan dari silabus, dan merupakan skenario proses pembelajaran untuk mengarahkan kegiatan belajar siswa dalam upaya mencapai KD. Di dalam RPP tercermin kegiatan yang harus dilakukan guru dan siswa untuk mencapai kompetensi dasar.

Pertanyaannya: Apakah rencana pembelajaran yang telah disusun oleh guru selama ini sudah lengkap dan operasional?

Pengertian dan Fungsi RPP
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas. Berdasarkan RPP inilah seorang guru bisa menerapkan pembelajaran secara terprogram. Oleh karena itu, RPP harus mempunyai daya terap yang tinggi. RPP adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus, Sehingga lingkup RPP paling luas mencakup satu KD yang terdiri atas satu atau beberapa indikator.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran adalah persiapan yang disiapkan guru sebelum mengajar yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu KD yang telah ditetapkan dalam SI dan dijabarkan dalam silabus.

Kenyataannya, pada pengamatan terhadap dokumen RPP pada portofolio sertifikasi guru, umumnya hanya berisi langkah-langkah yang cenderung tidak operasional dan langkah tersebut cenderung bersifat kegiatan rutin. Belum tampak adanya spesifikasi langkah-langkah pembelajaran sesuai karakter mata pelajaran dan perkembangan peserta didik.
Seharusnya RPP tersebut disusun selengkap mungkin dan sistematis sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan oleh guru lain. Terutama ketika guru yang bersangkutan tidak hadir, guru lain dari mata pelajaran serumpun dapat menggantikan langsung, tanpa harus merasa kebingungan ketika hendak melaksanakannya.
Pada hakekatnya penyusunan RPP bertujuan merancang pengalaman belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tidak ada alur pikir (algoritma) yang spesifik untuk menyusun suatu RPP, karena rancangan tersebut seharusnya kaya akan inovasi sesuai dengan spesifikasi materi ajar dan lingkungan belajar siswa (sumber daya alam dan budaya lokal, kebutuhan masyarakat serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi). Pengalaman dari penilaian portofolio sertifikasi guru ditemukan, bahwa pada umumnya RPP guru cenderung bersifat rutinitas dan kering akan inovasi. Mengapa? diduga dalam melakukan penyusunan RPP guru tidak melakukan penghayatan terhadap jiwa profesi pendidik. Keadaan ini dapat dipahami karena, guru terbiasa menerima borang-borang dalam bentuk format yang mengekang guru untuk berinovasi dan penyiapan RPP cenderung bersifat formalitas.
Bukan menjadi komponen utama untuk sebagai acuan kegiatan pembelajaran. Sehingga ketika otonomi pendidikan dilayangkan tak seorang gurupun bisa mempercayainya. Buktinya perilaku menyusun RPP dan perilaku mengajar guru tidak berubah jauh.

Tujuan RPP adalah untuk: (1) mempermudah, memperlancar dan meningkatkan hasil proses pembelajaran, (2) mengetahui profesionalitas guru. Sedangkan fungsi RPP adalah sebagai acuan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran agar lebih terarah, efektif dan efisien. RPP dapat diartikan sebagai skenario pembelajaran, itu sebabnya RPP hendaknya bersifat fleksibel untuk disesuaikan dengan suasana kelas dan respon peserta didik.

Acuan alur pikir yang dapat digunakan sebagai alternatif adalah:
1.     Kompetensi apa yang akan dicapai.
2.     Indikator-indikator yang dapat menunjukkan hasil belajar dalam bentuk perilaku yang menggambarkan pencapaian kompetensi dasar.
3.     Tujuan pembelajaran yang merupakan bentuk perilaku terukur dari setiap indikator.
4.     Materi dan uraian materi yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa agar ianya dapat mencapai tujuan pem­belajaran.
5.     Metode-metode yang akan digunakan dalam pembelajaran.
6.     Langkah-langkah penerapan metode-metode yang dipilih dalam satu kemasan pengalaman belajar.
7.     Sumber dan media belajar yang terkait dengan aktivitas pengalaman belajar siswa.
8.     Penilaian yang sesuai untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran.
           
Secara umum, ciri-ciri Rencana Pelaksanaan Pembelajaran  (RPP) yang baik adalah sebagai berikut:
1.     Memuat aktivitas proses belajar mengajar yang akan dilaksanakan oleh guru yang akan menjadi pengalaman belajar bagi siswa.
2.     Langkah-langkah pembelajaran disusun secara sistematis agar tujuan pembelajaran dapat dicapai.
3.     Langkah-langkah pembelajaran disusun serinci mungkin, sehingga apabila RPP digunakan oleh guru lain (misalnya, ketiga guru mata pelajaran tidak hadir), mudah dipahami dan tidak menimbulkan penafsiran ganda.

Prinsip Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
1.     Berorientasi pada silabus mata pelajaran atau tematik.
2.     Perumusan indikator pencapaian kompetensi, pemilihan materi pembelajaran, penyusunan urutan penyajian materi, serta penilaian hasil pembelajaran dilakukan dengan mengacu pada SK dan KD yang ada dalam silabus.
3.     Memperhatikan perbedaan individu peserta didik.
4.     RPP disusun dengan memperhatikan kemampuan prasyarat, kemampuan awal, keragaman tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, keragaman latar belakang budaya, norma dan tata nilai serta lingkungan sekolah.
5.     RPP disusun dengan mempertimbangkan kemungkinan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi dan sistematis dalam pembelajaran.
6.     Mendorong adanya pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
7.     Proses pembelajaran dirancang dengan berfokus pada siswa untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar, serta budaya membaca, menulis dan berhitung.
8.     Harus dirancang adanya pemberian penguatan, umpan balik positif, pengayaan, dan remedial terhadap siswa untuk mengatasi hambatan belajar siswa.
9.     Disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD, materi pokok, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar dalam satu keutuhan kegiatan.
10.  Disusun dengan mengakomodasikan keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.

Laporan Harian Pembelajaran
Bahwa perlu disadari pada kenyataannya penyelesaian RPP yang dilakukan oleh guru-guru sebagian besar hanya menyalin copy paste yang pada akhirnya tidak ada perubahan dan nyaris sama pada setiap tahun pelajarannya, bahkan ada yang menduplikasi punya teman dari sekolah lain. Hal ini menjadi jelas hanya beberapa saja guru yang benar-benar membuat RPP secara asli dibuat sendiri dan belum tentu RPP tersebut sudah sesuai dengan apa yang dilakukan didalam kelas, karena kebiasaan guru masuk kelas tanpa membawa RPP ke dalam kelas menjadi tidak pernah ada koreksi dari perencanaan program pembelajaran itu sudah terlaksana, maka perlu kira harus dipikirkan bahwa perencanaan saja masih kurang tanpa ada evaluasi atau laporan dari setiap kegiatan pembelajaran didalam kelas, maka selayaknya sebuah kegiatan atau bentuk-bentuk even-even apapun harus adanya evaluasi sebagai koreksi dari kekurangan selama kegiatan tersebut berlangsung dan segera melakukan perbaikan-perbaikan, namun dalam RPP kalau tidak ada supervisi dari para pejabat sekolah maka RPP itu bahkan tidak pernah dilakukan revisi-revisi perbaikan, maka hal ini yang menjadi kualitas guru-guru tidak signifikan meningkat dan juga berakibat kualitas kompetensi lulusan masih jauh dari harapan, sedangkan tuntutan harus mengikuti keinginan Dinas Pendidikan, pada akhirnya melakukan kecurangan-kecurangan agar kredibilitas guru dapat terjaga dan inilah bahayanya sehingga terpuruknya pendidikan di Indonesia.
            Penting laporan pembelajaran harian dari setiap guru menjadi perlu diperhatikan secara penuh oleh setiap sekolah, sehingga dapat dipelajari hasil laporan tersebut untuk dilakukan evaluasi kinerja guru dan pada akhirnya peserta didik menjadi tercukupi kompetensinya, sehingga kualitas kompetensi lulusan menjadi diatas standar ditetapkan Dinas Pendidikan tanpa harus ada kecurangan-kecurangan.
Read more