Open top menu
Senin, 06 Mei 2013
no image



Secara umum faktor-faktor yag mempengaruhi proses hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.  Kedua faktor tersebut saling memengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.

1.     FAKTOR INTERNAL
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis.
1)    Faktor fisiologis
Faktor-faktor  fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks. 
Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada sebaliknya. Demikian pula, belajar padapagi hari selalu memberikan hasil yang lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal. Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya, pendidik harus memahami dan mampu mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi efektifitas pencapaian tujuan-tujuan belajar. 

Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar. 
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Factor-factor ini dibedakan menjadi dua macam :
(a)   Keadaan jasmani.
Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena itu keadaan tonus jasmani sangat mempengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.
Cara untuk menjaga kesehatan jasmani antara lain adalah :
1.     menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang masuk kedalam tubuh, karena  kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan tubuh cepat lelah, lesu , dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk belajar,
2.     rajin berolah raga agar tubuh selalu bugar dan sehat;
3.     istirahat yang cukup dan sehat.
(b)   Keadaan fungsi jasmani/fisiologis.
Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama panca indra. Panca indra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula dalam proses belajar, merupakan pintu  masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehinga manusia dapat menangkap dunia luar. Panca indra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh karena itu, baik pendidik maupun peserta didik perlu menjaga panca indra dengan baik, baik secara preventif maupun secara yang bersifat kuratif. Dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara periodic, mengonsumsi makanan yang bergizi, dan lain sebagainya.
2)    Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar, jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah. Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif. 

1. Perhatian 
Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan sebagainya. 

Strategi pembelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan  dari peserta didik.  Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif  untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang disengaja. 

2.  Pengamatan 
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran. 

Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran. 

Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ; bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya. 

3.  Ingatan 
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan. Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya. 

Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu.

Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama. 

Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai. 

Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau proses produksi ulang hal-hal yang telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal yang telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian; atau untuk merespons tantangan-tangan dunia sekitar. Pendidik dapat mempertajam kemampuan peserta didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan. 

4.   Berfikir 
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan. 

Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya.  Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu materi pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan peserta didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong peserta didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan menghadirkan tentangan psikologi bagi peserta didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri. 

5.   Motif 
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu. 

Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif. 

Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.

Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan peserta didik, motivasi , minat, sikap dan bakat.
(a)   Kecerdasan /intelegensia siswa
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar peserta didik, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi inteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru/dosen, orang tua, dan lain sebagainya. Sebagai faktor psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru/dosen professional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasannya.
Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orang tua dan guru atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater. Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang mana, amat superior, superior, rata-rata, atau mungkin malah lemah mental. Informasi tentang taraf kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berharga untuk memprediksi kemampuan belajar seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta didik akan membantu mengarahkan dan merencanakan bantuan yang akan diberikan kepada peserta didik.
(b)   Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar peserta didik. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang.
Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motaivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi aktifitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah mejadi kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang efektif, karena motivasi intrinsic relaatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar (ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk belajar antara lain adalah:
1.     Dorongan ingin tahu dan ingin menyelisiki dunia yang lebih luas;
2.     Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
3.     Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting, misalkan orang tua, saudara, guru, atau teman-teman, dan lain sebagainya.
4.     Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi dirinya, dan lain-lain.
Motivasi ekstrinsik adalah faktor  yang datang dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untauk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orangtua, danlain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungansecara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah.
(c)   Minat
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003) minat bukanlah istilah yang popular dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat peserta didik agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.
Untuk membangkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Antara lain, pertama, dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mingkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang  studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.
(d)   Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relatif tetap terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Syah, 2003).
Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negative dalam belajar, pendidik sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang professional dan bertanggungjawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas, seorang pendidik akan berusaha memberikan yang terbaik bagi siswanya; berusaha mengambangkan kepribadian sebagai seorang peserta didik yang empati, sabar, dan tulus kepada peserta didiknya; berusaha untuk menyajikan pelajaran dengan baik dan menarik sehingga membuat peserta didik dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkan peserta didik bahwa bidang studi yang dipelajari bermanfaat bagi diri peserta didik.
(5)   Bakat
Faktor psikologis lain yang mempengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum, bakat  didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimilki seorang siswa untauk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang menjadi salah satukomponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.
Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap informasiyang berhungan dengan bakat yang dimilkinya. Misalnya, peserta didik yang berbakat dibidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa yang lain selain bahasanya sendiri.
Karena belajar juga dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap individu,maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimilki oleh anaknya atau peserta didiknya, anatara lain dengan mendukung,ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.

2.     FAKTOR EKSTERNAL
Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial.
1)      Lingkungan Sosial
(a)   Lingkungan sosial pendidikan, seperti guru/dosen, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antra ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baikdisekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.
(b)  Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.
(c)  Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaankeluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
2)   Lingkungan non sosial.
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah;
(a)     Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terlambat.
(b)    Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar,fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabus dan lain sebagainya.
(3)    Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga denganmetode mengajar guru, disesuaikandengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajr siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan konsdisi siswa.
Read more
no image



Pelaksanaan pendidikan dalam bentuk sasaran siapapun harus dilandasi oleh ilmu pendidikan. Pendidikan tanpa dilandasi oleh ilmu pendidikan akan menghasilkan praktik yang tidak mempunyai arah yang jelas.

Bernadib (1987) mengemukan bahwa filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam lapangan pendidikan. Bersifat filosofis, dengan sendirinya filsafat pendidikan pada hakikatnya adalah penerapan suatu analisis filosofis terhadap lapangan pendidikan. Yahya Qohar (1983) mengatakan filsafat pendidikan adalah filsafat yang bergerak dalam lapangan pendidikan. Menurut Ozmon & Craver (1995) filsafat pendidikan dipandang sebagai aplikasi ide-ide filsafat terhadap masalah-masalah pendidikan. Al-Syaibany (1979) mengemukakan bahwa filsafat pendidikan adalah pelaksanaan pandangan filsafat dan kaidah-kaidah filsafat dalam bidang pendidikan.

Berikut ini akan dibahas beberapa tokoh pendidikan dan pemikiran filosofis;
1)  Filosofi Islam
Pemikir utama pendidikan adalah Nabi Muhammad S.A.W. Beliau merupakan tokoh pendidikan yang menganjurkan pendidikan harus dimulai sejak kecil. Beliaulah yang menganjurkan pendidikan sebagai proses “life long of educaton”. Sabba Rasulullah saw menebutkan: “Utlubul „ilma minal mahdi illal lahdi”, (tuntutlah ilmu dari ayunan sampai ke liang lahat). Sabda ini memberikan petunjuk yang tegas tentang pendidikan semenjak usia belia hal ini memberikan makna bahwa pendidikan itu penting dan tidak ada kata berhenti untuk belajar untuk memperoleh ilmu. 

2)  Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantoro berpendapat bahwa anak-anak adalah mahluk hidup yang memiliki kodratnya masing-masing. Kaum pendidik hanya membantu menuntun kodratnya tersebut. Jika anak memilki kodrat yang tidak baik, maka tugas pendidik untuk membantunya menjadi baik. Jika anak sudah memiliki kodrat yang baik, maka ia akan lebih baik lagi jika dibantu melalui pendidikan. Kodrat dan lingkungan merupakan konvergensi yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Untuk rentang usia dalam pendidikan dibagi menjadi 3 masa, yaitu (1) masa kanak-kanak/kindergarten periode usia 1 – 7 tahun, (2) masa pertumbuhan jiwa dan pikiran usia 7 – 14 tahun, (3) masa sosial periode atau terbentuknya budi pekerti usia 14 – 21 tahun. Sesuai dengan rentang usia tersebut, maka cara mendidik untuk masa kanak-kanak adalah dengan memberi contoh dan pembiasaan, untuk masa pertumbuhan jiwa dan pikiran dengan cara pengajaran dan perintah/paksaan/hukuman, dan untuk  masa sosial periode dengan cara laku dan pengalaman lahir – bathin.
Semboyan ”tut wuri handayani” artinya memberi kebebasan yang luas selama tidak membahayakan anak. Sistem yang dipakai adalah sistem ”among‟ dengan maksud memberi kemerdekaan, kesukarelaan, demokrasi, toleransi, ketertiban, kedamaian, kesesuaian dengan keadaan dan hindari perintah dan paksaan. Sistem ini mendidik anak menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya dan merdeka tenaganya serta dapat mencari pengetahuan sendiri. Filosofi ki Hajar Dewantoro yang dianut adalah asah, asih, dan asuh.

3)  Martin Luther King (1483 – 1546)
Martin Luther menekankan pada anak agar menggunakan sekolah sebagai sarana untuk mengajar anak membaca. Ia juga percaya bahwa keluarga sebagai institusi yang paling penting merupakan peletak dasar pendidikan bagi anak. Tanpa pendidikan maka anak tidak akan mendapatkan bekal bagi hidupnya di masa yang akan datang. Karena itu pendidikan dan sekolah bukan hanya sekedar tempat anak bersosialisasi saja, tetapi juga memiliki makna sebagai sarana religius dan penegak moral.

4)   J H. Pestalozi (1747 – 1827)
Sangat menekankan pada pendidikan yang memperhatikan kematangan anak. Pendidikan harus didasarkan pada pengaruh “objek pembelajaran”, misalnya guru membawa benda sesungguhnya ketika mengajar.
Sangat menekankan pada pengembangan aspek sosial sehingga anak dapat beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu menjadi anggota masyarakat yang berguna. Pendidikan sosial akan berkembang jika pendidikan dimulai dengan pendidikan keluarga yang baik. Peran utama pendidikan sangat ditekan pada ibu yang dapat memberikan sendi-sendi dalam pendidikan jasmani, budi pekerti dan agama.
Pandangan dasar Pestalozzi yang pertama menekankan pada pengamatan alam. Semua pengetahuan pada dasarnya bersumber dari pengamatan yang akan menimbulkan pengertian. Namun jika pengertian tersebut tanpa didasari pengamatan, maka akan menjadi sesuatu pengertian yang kosong (abstrak).
Pandangan kedua adalah menumbuhkan keaktifan jiwa raga anak. Melalui keaktifan anak akan mampu mengolah kesan (hasil) pengamatan menjadi suatu pengetahuan. Keaktifan akan mendorong anak melakukan interaksi dengan lingkungannya.
Pandangan ketiga adalah pembelajaran pada anak harus berjalan secara teratur setingkat demi setingkat atau bertahap. Prinsip ini sangat cocok dengan kodrat anak yang tumbuh dan berkembang secara bertahap. Pandangan dasar tersebut membawa konsekuensi bahwa bahan pengembangan yang diberikan pada anak pun harus disusun secara bertingkat, dimulai dari urutan bahan yang termudah sampai tersulit, dari bahan pengembangan yang sederhana sampai yang terkompleks.

5)   Frederich Wilhelm Frobel (1782 – 1852)
Frobel merupakan salah seorang tokoh pendidikan anak yang banyak memberikan pengaruh dalam pemikiran baru (modern) dalam pengembangan anak usia dini, khususnya Taman Kanak-kanak. Walaupun ia banyak mempelajari visi kependidikan Pestalozzi, namun Frobel banyak memberikan „critical thinking‟ pada sekolah Pestalozzi terutama dari segi kurangnya keterpaduan model pelaksanaan pembelajaran. Frobel lahir tahun 1782 di Oberweiszbach (Jerman). Pola pendidikan yang demokratis yang dikembangkannya banyak menimbulkan konfrontasi dengan pihak pemerintah sehingga ia dianggap sebagai pemberontak.
Pada tahun 1840, untuk merealisasikan cita-citanya Frobel meresmikan sebuah lembaga pendidikan yang diberi nama „Kindergarten‟. Walaupun banyak tantangan (sampai-sampai ditutup lembaga pendidikan tersebut) tidak membuat Frobel patah semangat sehingga ia berniat untuk mengembangkan cita-citanya tersebut di Amerika. Namun sebelum cita-cita tersebut ia meninggal tahun 1852.
Pandangan dasar dari Frobel pengembangan otoaktivitas merupakan prinsip utama. Anak didik harus didorong untuk aktif sehingga dapat melakukan berbagai kegiatan (pekerjaan) yang produktif.
Prinsip kedua adalah kebebasan atau suasana merdeka. Otoaktivitas anak akan tumbuh dan berkembang jika pada anak diberikan kesempatan dalam suasana bebas sehingga anak mampu berkembang sesuai potensinya masing-masing. Melalui suasana bebas atau merdeka, anak akan memperoleh kesempatan mengembangkan daya fantasi atau daya khayalnya, terutama daya cipta untuk membentuk sesuatu dengan kekuatan fantasi anak.
Prinsip ketiga yang dikemukakan Frobel adalah pengamatan dan peragaan. Kegiatan ini dimaksudkan terutama dalam mengembangkan seluruh indra anak. Prinsip ini selaras dengan apa yang telah dikemukakan Pestalozzi terdahulu. Agar pembelajaran tidak verbalistik maka anak harus diberi kesempatan untuk melakukan pengamatan terhadap berbagai kondisi lingkungan alam di sekitar. Pada lingkungan alam yang jauh atau sulit untuk diamati maka dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip peragaan. Pendidik dapat meragakan hal-hal yang tidak mungkin diamati anak secara langsung, baik berupa lingkungan fisik, sosial maupun keagamaan.

6)   Maria Montessori (1870-1952)
Maria Montessori, seorang dokter wanita Italia pertama. Montessori lahir di Chiaravalle, sebuah propinsi kecil di Ancona, Italia, pada tahun 1870. Reputasinya di bidang pendidikan anak dimulai setelah Montessori lulus dari sekolah kedokteran. Dia bekerja di sebuah klinik psikiatri Universitas Roma. Pekerjaannya tersebut menyebabkan dia berinteraksi langsung dengan masalah cacat mental.
Pemikiran Montessori yang berkaitan dengan anak cacat mental akhirnya ditindaklanjuti dengan pendirian Casai dei Bambini atau Children‟s House di daerah-daerah kumuh di Roma tahun 1907. Lingkungan diatur sedemikian rupa sehingga dapat digunakan oleh anak-anak cacat mental di bawah lima tahun.
Ada prinsip-prinsip yang diyakini oleh Maria Montessori yaitu :
a. Menghargai anak
Setiap anak itu unik sehingga pendidik dalam memberikan pelayanan harus secara individual. Anak memiliki kemampuan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu pendidik harus menghargai anak sebagai individu yang memiliki kemampuan yang luar biasa.
b. Absorbent Mind ( pemikiran yang cepat menyerap)
Informasi yang masuk melalui indera anak dengan cepat terserap ke dalam otak. Daya serap otak anak dapat diibaratkan seperti sebuah sponse yang cepat menyerap air. Untuk itu pendidik hendaknya jangan salah dalam memberikan konsep-konsep pada anak.
c. “Sensitive periods” (masa peka).
Masa peka dapat digambarkan sebagai sebuah pembawaan atau potensi yang akan berkembang sangat pesat pada waktu-waktu tertentu. Potensi ini akan mati dan tidak akan muncul lagi apabila tidak diberikan kesempatan untuk berkembang, tepat pada waktunya.
d. Lingkungan yang disiapkan
1) Pendidik hendaknya menyiapkan suatu lingkungan yang dapat memunculkan keinginan anak untuk mempelajari banyak hal. Lingkungan yang disiapkan harus dirancang untuk menfasilitasi kebutuhan dan minat anak, sehingga pendidik harus meyediakan sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan dan minat anak.
2) Lingkungan ditata dengan berbagai setting sehingga anak tidak bergantung dengan orang dewasa. Lingkungan yang disiapkan ini membuat anak bebas untuk bergerak, bermain dan bekerja.
e. Pendidikan diri sendiri
Dengan lingkungan yang disiapkan oleh pendidik, memungkinkan anak dapat bereksplorasi, berekspresi, mencipta tanpa dibantu olah orang dewasa. Hasil yang diperoleh anak karena karyanya sendiri jauh luar biasa dan menakjubkan dibanding jika mereka dibantu. Karya yang dihasilkan beragam dan unik sedangkan yang dibantu hasil karya anak seragam dan sama. Jadi sebenarnya anak dapat belajar sendiri jika kita memberi fasilitas sesuai dengan potensi dan minatnya.

7)    John Locke (1632-1704)
John Locke adalah pencetus teori “Tabula Rasa” yang menganggap bahwa anak sebagai kertas putih atau tablet yang kosong. Anak hidup di dalam lingkungannya yang sangat berpengaruh dalam proses pembentukan seorang anak. Melalui pengalaman-pengalaman yang dilalui anak bersama lingkungannya, akan menentukan karakter anak. Dia sangat mempercayai bahwa untuk mendapatkan pembelajaran dari lingkungannya, maka satu-satunya cara bagi anak adalah mendapatkan pelatihan-pelatihan sensoris.

8)    Howard Gardner (1943)
Teori Howard Gardner muncul dalam jaman kita hidup sekarang ini. Ia mengatakan bahwa pada hakekatnya setiap anak adalah anak yang cerdas. Kecerdasan bukan hanya dipandang dari factor IQ saja, tetapi juga ada kecerdasan-kecerdasan lain yang akan mengantarkan anak pada kesuksesan.
Macam-macam kecerdasan menurut Gardner adalah :
              a.     Kecerdasan bahasa : kecerdasan anak dalam mengelola kata-kata.
              b.     Kecerdasan logika : kecerdasan dalam bidang angka dan alasan logis.
              c.     Kecerdasan musik : kecerdasan dalam bidang musik.
              d.     Kecerdasan gerak (kinestetik) : kecerdasan dalam mengolah anggota tubuh.
              e.     Kecerdasan gambar (spasial): kecerdasan anak dalam permainan garis, warna, dan ruang.
               f.     Kecerdasan diri (intrapersonal): kecerdasan dalam bidang pengenalan terhadap diri sendiri.
              g.     Kecerdasan bergaul (interpersonal): kecerdasan dalam membina hubungan dengan orang lain.
              h.     Kecerdasan alami (naturalist): kecerdasan yang berhubungan dengan alam.
               i.     Kecerdasan rohani (spiritual): kecerdasan mengolah rohani.
Jadi, Gardner memandang bahwa setiap anak memiliki peluang untuk belajar dengan gaya masing-msing anak.
Read more