Penulis Arum Sutrisni
Putri | Editor Arum Sutrisni Putri
KOMPAS.com - Pelaksanaan
demokrasi pada masa pemerintahan parlementer (1949-1959) merupakan masa
kejayaan demokrasi di Indonesia. Akan tetapi kesuksesan demokrasi parlementer
tidak berumur panjang. Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan RI, demokrasi parlementer hanya bertahan selama sembilan tahun.
Demokrasi parlementer berakhir saat dikeluarkannya Dekrit oleh Presiden
Soekarno pada 5 Juli 1959 yang membubarkan Konstituante dan kembali pada UUD
1945. Presiden menganggap demokrasi parlementer tidak sesuai dengan kepribadian
bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat gotong royong. Sehingga Soekarno
menganggap sistem demokrasi ini telah gagal mengadopsi nilai-nilai kepribadian
bangsa Indonesia. Baca juga: Bukti Normatif dan Empirik Indonesia Negara
Demokrasi Akhir demokrasi parlementer Mengapa demokrasi parlementer gagal?
Berikut ini beberapa alasan kegagalan demokrasi parlementer: Pertama, munculnya
usulan Presiden yang dikenal dengan konsepsi presiden. Konsepsi Presiden untuk
membentuk pemerintahan yang bersifat gotong royong yang melibatkan semua
kekuatan politik yang ada termasuk Partai Komunis Indonesia. Melalui konsepsi
ini presiden membentuk Dewan Nasional yang melibatkan semua organisasi politik
dan organisasi kemasyarakatan. Konsepsi Presiden dan Dewan Nasional ini
mendapat tantangan yang sangat kuat dari sejumlah partai politik terutama
Masyumi dan PSI. Mereka menganggap pembentukan Dewan Nasional adalah
pelanggaran sangat fundamental terhadap konstitusi negara, karena lembaga
tersebut tidak dikenal dalam konstitusi. Kedua, Dewan Konstituante mengalami
jalan buntu untuk mencapai kesepakatan merumuskan ideologi nasional. Karena
tidak tercapainya titik temu antara dua kubu politik, yaitu kelompok yang
menginginkan Islam sebagai ideologi negara dan kelompok lain yang menginginkan
Pancasila sebagai ideologi negara. Ketika voting dilakukan ternyata suara
mayoritas yang diperlukan tidak pernah tercapai. Baca juga: 10 Pilar Demokrasi
Indonesia Ketiga, dominannya politik aliran sehingga membawa konsekuensi
terhadap pengelolaan konflik. Akibat politik aliran tersebut, setiap konflik
yang terjadi cenderung meluas melewati batas wilayah, yang pada akhirnya
membawa dampak yang sangat negatif terhadap stabilitas politik. Keempat, basis
sosial ekonomi yang masih sangat lemah. Struktur sosial yang dengan tegas
membedakan kedudukan masyarakat secara langsung tidak mendukung keberlangsungan
demokrasi. Akibatnya semua komponen yang di masyarakat sulit dipersatukan.
Sehingga hal tersebut mengganggu stabilias pemerintahan. Dampaknya, begitu
mudahnya pemerintahan yang sedang berjalan dijatuhkan atau diganti sebelum masa
jabatannya selesai.
Sumber : www.kegagalandemokrasi.com
Mengapa demokrasi tidak mengarah pada
solidaritas, kemakmuran dan kebebasan tetapi konflik sosial, anggaran belanja
negeri yang berlebihan dan pemerintahan yang bersifat menindas.
Banyak yang menganggap demokrasi sebagai
sistem politik terbaik yang bisa dibayangkan. Karena itu tidaklah berlebihan
untuk mengatakan bahwa demokrasi telah menjadi sebuah agama sekuler.
Kepercayaan politik terbesar di bumi. Mengkritik ide demokrasi adalah sesuatu
yang berisiko dan Anda bisa dianggap musuh masyarakat beradab karenanya.
Namun itulah yang ingin dikemukakan oleh Karel
Beckman dan Frank Karsten. Dalam buku yang provokatif dan sangat mudah dibaca
ini, mereka menguak tabu politik terkini: gagasan bahwa keselamatan kita ada
pada demokrasi.
Dengan argumen yang sederhana dan langsung
mereka menunjukkan bahwa demokrasi, berbeda dengan kepercayaan yang populer,
tidak mengarah pada kebebasan, peradaban, kemakmuran, perdamaian, dan penegakan
hukum, tetapi sebaliknya: hilangnya kebebasan, konflik sosial, anggaran belanja
negeri yang berlebihan, standar hidup yang lebih rendah dan sabotase hak-hak
individu.
Hanya dalam 102 halaman mereka membuka
kepalsuan 13 mitos besar yang biasa digunakan untuk mempertahankan demokrasi.
Selain itu, mereka menawarkan alternatif yang menarik: sebuah masyarakat
berdasarkan kebebasan individu dan hubungan sosial sukarela.
Apakah Anda bertanya-tanya mengapa pemerintah
terus tumbuh menjadi lebih besar dan hutang publik menjadi semakin tinggi,
sementara kebebasan dan kemakmuran terlihat semakin terancam? Setelah membaca
buku ini, Anda tidak akan bertanya-tanya lagi - Anda akan tahu mengapa hal itu
terjadi dan apa yang bisa dilakukan.
Kegagalan Demokrasi adalah sebuah buku
terobosan dan menarik untuk semua orang yang ingin lebih memahami krisis
ekonomi dan masalah sosial saat ini.
Demokrasi
Terbukti Gagal
https://www.kompasiana.com/shafiyanabilla/5520a838a333110f4746d110/demokrasi-terbukti-gagal
Apa yang terjadi di Mesir dari mulai
penggulingan Mursi dari kursi kepresidenan oleh militer (kudeta militer) yang
dipimpin oleh Al-Sisi bulan Juli kemarin hingga tanggal 14 Agustus 2013 dimana
telah terjadi pembantaian oleh aparat keamanan Mesir kepada para demonstran
pendukung Mursi adalah bukti bahwa system demokrasi yang diterapkan di negara
tersebut telah gagal.
Bagaimana tidak
dibilang gagal, kita semua tahu bahwa Mursi terpilih menjadi presiden adalah
melalui system pemilu dimana rakyat yang memilih sendiri tapi secara tiba-tiba
Mursi digulingkan melalui kudeta militer padahal Ia presiden yang terpilih
secara demokratis. Sebenarnya apa yang telah terjadi?, hal itu
dikarenakan Amerika telah mencabut dukungannya kepada Mursi. Karena Mursi
dianggap gagal menciptakan stabilitas yang melayani kepentingan Amerika.
Militer telah
mengkudeta demokrasi yang membawa Mursi sebagai “penguasa yang sah” bagi
negara, seperti yang mereka klaim. Kudeta itu dilakukan dengan dalih penolakan
Pemimpin Umum Militer atas “penyalahgunaan lembaga nasional negara dan
keagamaan”, serta “intimidasi dan ancaman oleh sekelompok warga”.
Selain melakukan
kudeta, militer Mesir sudah melakukan hal yang sudah diluar nalar dan batas
kemanusiaan. Dengan menggunakan buldoser, tank dan senjata api bahkan gas air
mata pun digunakan untuk menghadapi para demonstran yang notabene adalah para
supporter Mursi. Tidak bisa di elakkan jika kekacauan pun terjadi dan jangan
ditanya bagaimana mengerikannya situasi disana. Para demonstran hanya membawa
air minum dan al quran dengan melakukan aksi protes tetapi dihadapi dengan
mobil lapis baja dan senjata api, sementara itu tidak sedikit para demonstran
yang wanita dan membawa anak. Darah berceceran di mana-mana bahkan tidak
sedikit foto dan video yang menunjukkan kekejaman yang telah dilakukan oleh
militer Mesir. Peristiwa ini lebih buruk daripada masa penurunan Husni Mubarak.
Lebih tepatnya bisa disebut sebagai pembantaian yang dilakukan oleh militer
Mesir.
Kenapa bisa begitu??
Karena memang tidak ada keraguan bahwa ada kelompok yang berbahaya dari kaum
sekularis, liberal, Koptik dan kaum kiri yang tidak ingin Ikhwanul Muslimin
memimpin panggung politik di Mesir. Mereka tidak hanya
membenci Ikhwanul Muslimin. Mereka juga menolak Islam politik dan proyek Islam,
apapun proyeknya.
Lalu apa hubungannya
antara kudeta yang terjadi di Mesir dengan negara adidaya Amerika? Seperti
dikutip dari The New York Times online (6/7) menggambarkan
keterlibatan Amerika dengan adanya kontak pihak Mursi dengan menlu negara Arab
yang mengklaim bertindak sebagai utusan Washington. Media tersebut juga
mengungkap adanya kontak Dubes Amerika Serikat di Kairo Anne W. Patterson dan
penasihat keamanan nasional AS Susan E. Rice dengan penasihat menteri luar
negeri Mursi, Essam El-Hadad pada saat-saat terakhir penggulingan Mursi.
Kemudian ada lagi
yakni dikutip dari Aljazeera (12/7) juga mengungkap
peranan Amerika dalam pendanaan politisi dan aktifis untuk menggulingkan Mursi.
Keberadaan puluhan dokumen pemerintah AS mengkonfirmasikan bahwa Washington
telah mendanai politisi oposisi yang menyerukan penggulingan Presiden Mursi
melalui program Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. Bantuan ini dilakukan
dalam rangka promosi Demokrasi di Timur Tengah.
Sebenarnya peristiwa
Mesir ini bukanlah yang pertama, sebelumnya ada FIS di Aljazair. Kemenangannya
juga diberangus militer dengan dukungan negara-negara barat karena dicurigai
ingin menerapkan syariah Islam. Kemudian hal yang sama juga terjadi dengan
HAMAS di Palestina, mereka mengalami tekanan politik yang kuat dari Barat dan
rival politiknya, Fatah, yang juga dikontrol oleh Barat.
Mungkin yang selama
kita tahu tentang demokrasi adalah bahwa kebebasan berpendapat adalah dijunjung
tinggi, akan tetapi dalam penerapan yang sebenarnya adalah bahwa jika pendapat
tersebut adalah tentang islam apalagi masalah islam politik, maka kata
“demokrasi” hanyalah sekedar kata tanpa ada esensi sedikitpun.
Sementara itu dunia
hanya diam dan hanya mengecam dan mengutuk tanpa ada tindakan riil yang
berarti, tanpa ada langkah-langkah diplomatis untuk menyelesaikan masalah
krisis di Mesir. Lalu apa fungsinya PBB dan pihak-pihak yang mendukung tinggi
HAM?... apakah yang mereka lakukan hanyalah melihat dan duduk manis dan hanya
melakukan rapat rapat dan rapat yang tidak bermanfaat sama sekali untuk mencari
solusi atas yang terjadi di Mesir. Mereka hanya diam sementara ribuan nyawa
rakyat Mesir sudah melayang dan Kairo seperti banjir darah. Bahkan para
penguasa negeri Arab malah mendukung militer Mesir bukannya bersimpati dan sigap
menolong para korban. Sungguh ironis.
Inikah wajah dari
Demokrasi? Agaknya demokrasi adalah sebagai jalan pembuka bagi pemerintahan
yang dictator, jika setelah melihat gagalnya demokrasi di Mesir dan kita
melihat di negeri kita sendiri Indonesia yang justru sebaliknya, para pengusung
ide demokrasi saat ini sedang getol mempromosikan bahwa hanya dengan pemilu
saja system pemerintahan baru bisa berjalan dengan benar dan baik. Sungguh
berarti negeri ini juga sudah hampir di ambang kehacurannya. Sudah bukan
rahasia lagi jika system ini melahirkan korupsi yang semakin merajalela dan
merugikan negara, lalu apalagi yang kita harapkan dari demokrasi(pemilu)
jika output nya adalah sudah jelas bobroknya.
lalu apa seharusnya solusi dari masalah
Mesir?... solusi sementara adalah seret pelaku kudeta
dan pembantai rakyat mesir ke pengadilan internasional untuk dijatuhi hukuman
yang setimpal karena tindakan mereka yang sudah menghancurkan stabilitas negara
tersebut dan untuk solusi terbaiknya adalah ganti system demokrasi
yang sudah terbukti gagal dengan system yang lebih baik
demokrasitidakmemberikankebahagiaan